UNIVERSITAS SURABAYA

Atasi Masalah Pajak karena Digitalisasi, Perlu 3 Tahap ini

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 12 April 2021 | 12:59 WIB
Atasi Masalah Pajak karena Digitalisasi, Perlu 3 Tahap ini

Manager of DDTC Fiscal Research Denny Vissaro memaparkan materi dalam webinar bertajuk Digitalisasi, Prospek Profesi Pajak, dan Pemajakan atas Transaksi Online, Senin (12/4/2021). (tangkapan layar Zoom)

SURABAYA, DDTCNews – Digitalisasi telah menciptakan model bisnis baru yang tidak terikat yurisdiksi dan tidak lagi memerlukan kehadiran fisik. Model bisnis baru ini menimbulkan berbagai tantangan bagi dunia perpajakan yang perlu solusi berbeda-beda.

Manager of DDTC Fiscal Research Denny Vissaro menyebut masalah pajak karena digitalisasi salah satunya terjadi lantaran setiap negara memiliki ketentuan pemajakannya sendiri. Namun, digitalisasi membenturkan sistem pajak satu negara dengan negara lainnya sehingga dibutuhkan solusi baru.

Pandemi virus Corona juga makin mendorong diperlukannya solusi atas masalah pajak digital. Pasalnya, pandemi membuat bisnis digital makin massif dan negara membutuhkan penerimaan pajak yang lebih besar.

Baca Juga:
Pemerintah China dan Parlemen Sepakati UU PPN, Berlaku Mulai 2026

“Ini menjadi tantangan karena nexus atau penghubung yang selama ini berdasarkan pada kehadiran fisik tidak lagi relevan," jelas Denny dalam webinar bertajuk Digitalisasi, Prospek Profesi Pajak, dan Pemajakan atas Transaksi Online, Senin (12/4/2021)

Oleh karena itu, sambungnya, dibutuhkan nexus baru untuk bisa menjustifikasi pelaku bisnis memiliki kehadiran dan layak dipajaki di suatu yurisdiksi. Hal inilah yang menjadi perdebatan. Konsensus global juga sangat dibutuhkan.

Denny menjelaskan digitalisasi meliputi banyak aspek. Hal tersebut membuat letak permasalahan pajak terjadi pada berbagai sisi. Dari sisi pajak penghasilan (PPh), sambung dia, kebijakan pajak yang ada saat ini tidak lagi bisa mencakup aturan ekonomi digital.

Baca Juga:
Surat Paksa Diabaikan, Rekening WP Akhirnya Disita Kantor Pajak

Namun, perumusan kebijakan pajak yang baru juga tidak mudah karena berkaitan dengan kepentingan setiap negara. Sementara itu, prinsip global terkait dengan PPN telah disepakati. Namun, masih perlu ada penegasan peraturan serta penunjukkan pihak yang menjadi pemungut PPN.

Untuk mengatasi permasalahan yang berbeda-beda itu diperlukan 3 tahap. Pertama, memahami model bisnis digital. Kedua, mengidentifikasi mana ketentuan pajak yang relevan dengan model bisnis. Ketiga, memilih solusi yang tepat apakah dari segi kebijakan, administrasi, atau keduanya.

Misalnya, model bisnis seperti Airbnb memungkinkan bertemunya host dan guests dalam platform digital yang disediakan. Airbnb tidak perlu hadir di negara tempat host tersebut berada sehingga tidak ada kehadiran fisik yang diperlukan.

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Model bisnis tersebut, lanjut Denny, menimbulkan pertanyaan terkait dengan kewajiban pajak Airbnb. Pasalnya, ketentuan pajak yang lama tidak relevan sehingga diperlukan penegasan atau perombakan atas ketentuan pajak untuk menangkap model bisnis digital.

Denny juga menjelaskan mengenai perkembangan aturan pajak digital terkini di Indonesia. Dia menerangkan ketentuan pajak yang ada saat ini bukan merupakan pajak baru. Namun, aturan tersebut lebih menegaskan ketentuan pajak yang lama juga berlaku terhadap bisnis digital guna menjamin level playing field yang sama.

Denny selanjutnya menerangkan digitalisasi membuat orang yang berada dalam dunia perpajakan juga harus memiliki “lompatan” untuk mengatasi gap antara keilmuan dengan konteks masalah yang ada.

Baca Juga:
April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Pasalnya, ilmu perpajakan tidak berdiri sendiri, tetapi perpaduan antara ilmu hukum, ilmu akuntansi, keuangan, sosial, behavioral study, politik, dan ekonomi. Saat ini, lanjutnya, perpajakan juga sudah menjadi sebagian ranah keilmuan manajemen data dan teknologi.

“Untuk itu, sebagai akademisi pajak menguasai ilmu pajak memang menjadi keharusan, tetapi kita juga harus mempelajari ilmu lain dan lebih kritis, melek teknologi, berintegritas tinggi, dan berupaya mengeliminasi asimetri informasi perpajakan,” jelasnya.

Adapun kuliah umum ini diadakan bersamaan dengan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara DDTC dan Ubaya. Dalam kuliah umum ini, dosen Ubaya N. Purnomolastu hadir sebagai moderator. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 18:00 WIB KP2KP MANNA

Surat Paksa Diabaikan, Rekening WP Akhirnya Disita Kantor Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan