KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu SPTNP, SPP dan SPSA dalam Penetapan Kepabeanan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 01 November 2023 | 17:30 WIB
Apa Itu SPTNP, SPP dan SPSA dalam Penetapan Kepabeanan?

TERDAPAT beragam jenis surat penetapan yang berkaitan dengan kepabeanan dan cukai. Surat tersebut di antaranya adalah SPTNP, SPP, dan SPSA. Lantas, apa yang dimaksud dengan ketiganya?

Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean

Surat penetapan tarif dan/atau nilai pabean (SPTNP) adalah surat yang memuat hasil penetapan tarif dan/atau nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor (PDRI).

SPTNP berkaitan dengan wewenang pejabat bea dan cukai untuk menetapkan tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean impor (PPI). Tarif dan nilai pabean merupakan 2 komponen penting dalam penentuan besaran bea masuk dan PDRI.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Penentuan tarif dan nilai pabean itu dilakukan secara mandiri oleh importir, tetapi harus sesuai dengan metode dan ketentuan yang telah ditetapkan. Guna mengontrol kemungkinan adanya kesalahan, pejabat DJBC akan melakukan penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik barang.

Apabila ditemukan perbedaan data, pejabat bea dan cukai akan menetapkan tarif dan/atau nilai pabean sesuai dengan hasil penelitian dan/atau pemeriksaan. Penetapan tarif dan/atau nilai pabean itulah yang kemudian dituangkan dalam SPTNP.

Secara ringkas, SPTNP merupakan dokumen tagihan apabila ditemukan kesalahan dalam penyampaian PPI. Selain berisi penetapan atas kekurangan bea masuk dan/atau PDRI, SPTNP juga dapat memuat sanksi administrasi yang terkait dengan penetapan tarif dan/atau nilai pabean.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Surat Penetapan Pabean

Surat penetapan pabean (SPP) adalah surat yang digunakan untuk menagih kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI, selain karena penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI. SPP ini berkaitan dengan pelaksanaan sejumlah ketentuan dalam UU Kepabeanan.

Misal, SPP bisa terbit apabila terdapat selisih barang impor antara yang dibongkar dengan yang diberitahukan. Atas selisih tersebut, pengusaha atau importir pun tidak tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya.

Selisih jumlah barang impor tersebut membuat adanya kekurangan pembayaran bea masuk dan PDRI serta pengenaan sanksi administrasi. Kekurangan pembayaran bea masuk, PDRI, dan sanksi itu lah yang akan ditetapkan dan ditagih melalui SPP.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Surat Penetapan Sanksi Administrasi

Surat penetapan sanksi administrasi (SPSA) adalah surat yang diterbitkan untuk menagih sanksi administrasi berupa denda atas pelanggaran yang hanya mengakibatkan kewajiban membayar sanksi administrasi.

Apabila melihat format SPTNP dan SPP, perincian informasi yang dimuat dalam 2 surat penetapan itu juga dapat memuat sanksi administrasi. Namun, sanksi yang dimuat dalam SPTNP merupakan sanksi yang berkaitan dengan penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan PPI.

Selanjutnya, sanksi administrasi yang dimuat dalam SPP merupakan sanksi yang berkaitan dengan penetapan tarif dan/atau nilai pabean selain berdasarkan PPI.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Dengan demikian, apabila penetapan tarif dan/atau nilai pabean dalam SPTNP atau penetapan selain tarif dan/atau nilai pabean dalam SPP mengandung sanksi administrasi maka sanksi tersebut akan digabung dalam SPTNP atau SPP.

Sementara itu, SPSA digunakan untuk menagih sanksi yang berdiri sendiri. Sanksi administrasi yang ditagih dalam SPSA tersebut berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 7A ayat (7), Pasal 7A ayat (8), Pasal 8A ayat (3), Pasal 8C ayat (3), Pasal 8C ayat (4), Pasal 9A ayat (3), Pasal 10A ayat (4), Pasal 10A ayat (8), UU Kepabeanan.

Selain itu, SPSA juga berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 10B ayat (6), Pasal 10D ayat (5), Pasal 10D ayat (6), Pasal 11A ayat (6), Pasal 45 ayat (3), Pasal 52 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), Pasal 81 ayat (3), Pasal 82 ayat (3) huruf b, Pasal 82 ayat (6), Pasal 86 ayat (2), Pasal 89 ayat (4), Pasal 90 ayat (4), dan Pasal 91 ayat (4) UU Kepabeanan. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra