KAMUS PAJAK

Apa Itu Sisa Lebih Lembaga Nirlaba Pendidikan dan Litbang?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 25 Oktober 2023 | 19:00 WIB
Apa Itu Sisa Lebih Lembaga Nirlaba Pendidikan dan Litbang?

LEMBAGA non-profit (nirlaba) merupakan istilah yang kerap kali terdengar di telinga masyarakat. Lembaga ini telah memberikan kontribusi penting dalam mengatasi berbagai isu, seperti pendidikan, kemanusiaan, penegakan hukum, dan pelestarian lingkungan.

Apabila menilik histori, lembaga nirlaba telah banyak bermunculan di Indonesia bahkan sebelum era kemerdekaan. Misal, Perkumpulan Budi Oetomo (1908) dan Taman Siswa (1922) yang merupakan lembaga nirlaba dengan konsentrasi pada bidang pengembangan sumber daya manusia.

Pada era keterbukaan informasi, kita semakin mudah mendapati eksistensi organisasi nirlaba. Dari sisi aspek pajak, otoritas pun telah mengatur ketentuan perpajakan yang berlaku bagi wajib pajak lembaga nirlaba.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Sehubungan dengan ketentuan tersebut, terdapat istilah yang menarik untuk diulik, yaitu sisa lebih. Istilah sisa lebih di antaranya muncul pada Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2020.

Beleid tersebut di antaranya mengatur soal sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan/ lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan (litbang). Lantas, apa itu sisa lebih dalam PMK 68/2020?

Sisa lebih adalah selisih lebih dari penghitungan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selain penghasilan yang dikenai PPh bersifat final dan/atau bukan objek PPh, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut (Pasal 4 ayat (2) PMK 68/2020).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Berdasarkan definisi tersebut, sisa lebih merujuk pada penghasilan yang diterima atau diperoleh lembaga nirlaba setelah pembayaran biaya operasional sehari-hari untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut (biaya 3M).

Secara lebih terperinci, biaya 3M tersebut termasuk:

  1. bantuan, sumbangan, atau harta hibahan;
  2. biaya operasional penyelenggaraan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan;
  3. biaya pengadaan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan; dan/atau
  4. biaya untuk meningkatkan kapasitas mutu dan layanan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang mengatur mengenai pendidikan tinggi.

Apabila penghasilan yang diterima atau diperoleh lebih besar dari biaya 3M maka selisih itulah yang disebut sebagai sisa lebih. Dengan kata lain, sisa lebih serupa dengan istilah keuntungan atau laba pada badan yang berorientasi pada keuntungan.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Dalam konteks pemajakan atas Lembaga nirlaba, istilah laba merujuk pada surplus (excess) yang dipadankan dengan istilah ‘sisa lebih’ (Kristiaji, 2021).

Lembaga nirlaba yang diatur dalam PMK 68/2020 adalah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau litbang, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya dan penyelenggaraan pendidikan, dan/atau litbangnya terbuka kepada pihak manapun.

Dari sisi ketentuan pajak, sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba pada bidang pendidikan dan/atau litbang dapat dikecualikan dari objek PPh. Pengecualian tersebut dapat diberikan sepanjang jumlah sisa lebih tersebut digunakan untuk:

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?
  • pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan; dan
  • dilakukan paling lama dalam jangka waktu 4 tahun sejak sisa lebih diterima atau diperoleh.

Ketentuan lebih lanjut mengenai sisa lebih yang dikecualikan dari objek PPh dapat disimak dalam PMK 68/2020. Namun, apabila dalam jangka waktu 4 tahun terdapat jumlah sisa lebih yang tidak digunakan sesuai dengan ketentuan maka harus diakui sebagai penghasilan.

Jumlah sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana tersebut diakui sebagai objek PPh pada akhir tahun pajak setelah jangka waktu 4 tahun tersebut berakhir. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra