Davin Andika
, Metro, LampungSALAH satu dampak Covid-19 adalah menurunnya perekonomian dunia sampai memasuki resesi bagi banyak negara. Pemerintah Indonesia merespons situasi ini dengan menurunkan target penerimaan pajak 2021 sebesar 3% dari Rp1.268 triliun menjadi Rp1.230 triliun.
Namun, kewajiban Ditjen Pajak (DJP) tetap berat mengingat rendahnya tax ratio dan kepatuhan pajak, dipicu oleh praktik tax evasion dan tax avoidance. Konsultan pajak berperan penting mengurangi praktik tersebut melalui edukasi kepada wajib pajak (Tambi & Akpor, 2019).
Menurut otoritas pajak Selandia Baru, konsultan pajak sebagai tax intermediaries memainkan peran vital dalam mendukung administrasi perpajakan. Hasil penelitian Basuki (2018) dan Katuuk et al. (2017) juga menyatakan konsultan pajak berperan serta dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Andreoni et al. (1998) dan Slemrod (1989) memperkuat simpulan itu. Keputusan wajib pajak untuk patuh dimediasi konsultan pajak. Menurut Battaglini et al. (2019), peran konsultan pajak tidak hanya itu, tetapi juga membantu merancang sistem perpajakan yang lebih adil dan efisien.
Kontribusi konsultan pajak dalam perancangan sistem perpajakan adalah dengan menjadi sparring partner DJP. Salah satu contoh tindakan nyata atas hal tersebut adalah men-challenge kebijakan perpajakan yang dibuat DJP melalui pengadilan (Komara, 2017).
Salah satu alasan wajib pajak menggunakan konsultan pajak adalah karena konsultan pajak telah memahami aspek perpajakan. Kehadirannya dibutuhkan karena kurangnya pemahaman wajib pajak dan sulit mengintepretasikan peraturan yang dianggap kompleks (Trang et al, 2017).
Konsultan pajak memiliki peran yang substansial dalam kepatuhan pajak. Hal ini bisa dilihat dari perannya dalam merumuskan kebijakan. Selain itu, dengan ketidaksebandingan jumlah antara fiskus dan wajib pajak, sudah menjadi tugas konsultan pajak membantu DJP mengedukasi wajib pajak.
Peran Ganda
DENGAN demikian, konsultan pajak berada pada posisi antara negara dan wajib pajak. Peran ini menuntut konsultan pajak menjaga independensi, integritas dan profesionalisme, hingga menjadi mitra DJP dalam meningkatkan penerimaan dan mengkritisi peraturan (Sugianto, 2017).
Tidak jarang konsultan pajak sering dikatakan berperan ganda, seperti dikemukakan Arvita dan Sawarjuwono (2020), baik sebagai mitra otoritas pajak maupun sebagai kuasa wajib pajak. Komara (2017) menyebutnya sebagai hybrid tax agent.
Menariknya, riset Komara (2017) menyatakan responden memandang konsultan pajak sebagai mitra DJP sekaligus representasi wajib pajak sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sebab, konsultan pajak memberikan efisiensi bagi DJP dan edukasi kepada wajib pajak.
Permasalahan yang berpotensi menurunkan citra konsultan pajak adalah masih banyaknya konsultan pajak yang tidak memiliki izin praktik. Karena tidak memiliki izin atau terdaftar di organisasi konsultan Indonesia, akan sulit dikenakan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan.
Akan halnya konsultan pajak yang memiliki izin praktik di bawah organisasi konsultan, pelanggarannya tentu dikenakan sanksi. Dengan demikian, konsultan pajak resmi patut memenuhi standar profesi dan kode etik, serta menjunjung tinggi independensi, integritas, dan profesionalisme.
Karena peran tersebut, sudah seharusnya negara memerikan perlindungan yang lebih kuat pada praktik konsultan pajak. Dengan demikian, ada kepastian hukum terkait dengan hak dan kewajiban konsultan pajak dalam menjalankan profesinya.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
terima kasih sangat membantu :)