KAMUS PAJAK

Memahami Arti Tax Avoidance

Redaksi DDTCNews | Rabu, 28 September 2016 | 06:02 WIB
Memahami Arti Tax Avoidance

Ilustrasi. (DDTCNews)

PENGHINDARAN pajak atau lebih dikenal dengan nama tax avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan beban pajak dengan cara memanfaatkan celah (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Secara konsep, skema penghindaran pajak sebenarnya bersifat legal atau sah-sah saja karena tidak melanggar ketentuan perpajakan.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian dari tax avoidance. James Kessler memberikan pengertian tax avoidance sebagai usaha-usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meminimalkan pajak dengan cara yang bertentangan dengan maksud dan tujuan dari pembuat Undang-Undang (the intention of parlement).

Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus CTO di Amerika Serikat) merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar hukum. Lebih lanjut, OECD mendeskripsikan tax avoidance adalah usaha wajib pajak mengurangi pajak terutang, meskipun upaya ini bisa jadi tidak melanggar hukum (the letter of the law), namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan (the spirit of the law).

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Ronen Palan (2008) menyebutkan suatu transaksi diindikasikan sebagai tax avoidance apabila melakukan salah satu tindakan berikut:

  • Wajib pajak berusaha untuk membayar pajak lebih sedikit dari yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum pajak;
  • Wajib pajak berusaha agar pajak dikenakan atas keuntungan yang di declare dan bukan atas keuntungan yang sebenarnya diperoleh;
  • Wajib pajak mengusahakan penundaan pembayaran pajak.

Dapat disimpulkan bahwa walaupun secara literal tidak ada hukum yang dilanggar, namun semua pihak sepakat bahwa penghindaran pajak merupakan praktik tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan penghindaran pajak secara langsung berdampak pada tergerusnya basis pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang dibutuhkan oleh negara.

Oleh karena itu, tax avoidance (penghindaran pajak) berciri fraus legis yaitu kawasan grey area yang posisinya berada di antara tax compliance dan tax evasion.

Baca Juga:
Update 2024, Apa Itu Pengembalian PPN untuk Turis Asing?

Menurut James Kessler pengertian tax avoidance dibagi menjadi 2 jenis, yakni penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax evasion).

Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Memiliki tujuan usaha yang baik
  • Bukan semata-mata untuk menghindari pajak
  • Sesuai dengan spirit & intention of parliament
  • Tidak melakukan tranksaksi yang direkayasa

Sementara itu, penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax evasion) memiliki karakteristik sebagai berikut:

  • Tidak memiliki tujuan usaha yang baik
  • Semata-mata untuk menghindari pajak
  • Tidak sesuai dengan spirit & intention of parliament
  • Adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian

Kendati demikian, pandangan suatu negara terhadap pengertian penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance) dan penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax evasion) bisa jadi saling berbeda, sehingga hal ini akan kembali pada bagaimana suatu negara tersebut memahami pengertian dari tax avoidance itu sendiri. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

07 Mei 2020 | 08:04 WIB

bagaimana jika saya mau mengutip artikel di atas? nama pengarang siapa dan halaman/bab berapa yang saya pakai?

01 Agustus 2019 | 21:05 WIB

Ronen Palan (2008) itu sumber pustakanya dari mana ya ? apakah benar pernyataannya ?

Admin 23 September 2019 | 16:41 WIB

Referensinya: Ronen Palan (2008) "Tax havens and the commercialization of state sovereignty" Cornell University Press. International Organization.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 16 Desember 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK

Update 2024, Apa Itu Pengembalian PPN untuk Turis Asing?

Jumat, 13 Desember 2024 | 17:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu PPh Pasal 29?

Rabu, 11 Desember 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Uang Persediaan Pengembalian Pajak?

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak