KABUPATEN WONOGIRI

Ketentuan Baru Pajak Daerah yang Ditetapkan oleh Pemkab Wonogiri

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 29 Juli 2024 | 15:00 WIB
Ketentuan Baru Pajak Daerah yang Ditetapkan oleh Pemkab Wonogiri

Ilustrasi.

WONOGIRI, DDTCNews – Pemkab Wonogiri, Jawa Tengah mengatur kembali ketentuan dan tarif pajak daerahnya. Pengaturan kembali tersebut dilakukan melalui Perda Kabupaten Wonogiri No. 8/2023.

Pengaturan kembali dilakukan guna menyesuaikan dengan perubahan kebijakan dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Pengaturan kembali juga ditujukan untuk memperluas kewenangan pemungutan pajak.

“Guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, pemerintah merasa perlu untuk perluasan objek pajak daerah...dan pemberian diskresi dalam penetapan tarif, “ bunyi penggalan penjelasan perda tersebut, dikutip pada Senin (29/7/2024).

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Melalui beleid itu, pemkab menetapkan tarif atas 9 jenis pajak daerah yang menjadi wewenangnya. Pertama, tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) ditetapkan bervariasi tergantung pada nilai jual objek pajak (NJOP) dan jenis objeknya. Berikut perinciannya:

  1. NJOP sampai dengan Rp1 miliar sebesar 0,13%;
  2. NJOP di atas Rp1 miliar sebesar 0,20%; dan
  3. objek berupa lahan produksi pangan dan ternak sebesar 0,10%.

Kedua, tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) ditetapkan sebesar 5%. Ketiga, tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas makanan dan/atau minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan, ditetapkan sebesar 10%.

Namun, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan 40%. Selanjutnya, tarif PBJT atas konsumsi tenaga listrik juga bervariasi. Berikut perinciannya:

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak
  1. untuk konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan 3%;
  2. untuk konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan 1,5%; dan
  3. untuk konsumsi tenaga listrik selain dimaksud pada angka 1 dan angka 2 ditetapkan 9%.

Keempat, tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25%. Kelima, tarif pajak air tanah (PAT) ditetapkan 20%. Keenam, tarif pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB) ditetapkan 20%. Ketujuh, pajak sarang burung walet ditetapkan 10%.

Kedelapan, tarif opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) ditetapkan sebesar 66% dari PKB terutang. Kesembilan, tarif opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) ditetapkan sebesar 66% dari BBNKB terutang.

Dibandingkan dengan Perda Kabupaten Wonogiri No. 6/2011 tentang Pajak Daerah, perubahan paling mencolok terjadi pada PBJT. Sesuai dengan UU HKPD, Pemkab Wonogiri juga mereklasifikasi 5 jenis pajak berbasis konsumsi menjadi PBJT.

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Kelima jenis pajak tersebut meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan. Selain klasifikasi, terdapat juga perubahan tarif terkait dengan kelima jenis pajak tersebut.

Sebelumnya, Pemkab Wonogiri menetapkan tarif pajak parkir sebesar 25%. Namun kini, pajak yang berubah menjadi PBJT atas jasa parkir tersebut dipatok sebesar 10%. Selain itu, tarif pajak hiburan dulu ditetapkan dengan lebih bervariasi.

Perda Kabupaten Wonogiri No. 8/2023 berlaku mulai 5 Januari 2024. Namun, khusus untuk ketentuan terkait dengan opsen PKB dan opsen BBNKB, berlaku mulai 5 Januari 2025. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Lia 29 Juli 2024 | 15:19 WIB

kalo lawan transaksi tdk termasuk kosumer akhir tapi tetap tidak mau menyerahkan nik bagaimana solusi untuk pembuatan faktur pajaknya?

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak