PENERIMAAN NEGARA

Transparansi Harus Meningkat Saat Porsi Pajak Membesar, Mengapa?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 12 September 2018 | 14:31 WIB
Transparansi Harus Meningkat Saat Porsi Pajak Membesar, Mengapa?

Partner Research and Traning Service DDTC B. Bawono Kristiaji saat mengajar di kampus STH Indonesia Jentera, Rabu (12/9/2018). (DDTCNews - Doni Agus Setiawan)

JAKARTA, DDTCNews – Porsi setoran pajak yang terus membesar dalam penerimaan negara harus diikuti dengan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Hal ini diungkapkan oleh Partner Research and Training Service DDTC, B. Bawono Kristiaji saat mengajar di Kampus Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera. Membesarnya porsi pajak menunjukkan semakin banyaknya ‘saham’ masyarakat dalam pembangunan Indonesia.

“Tentu dengan makin besarnya porsi pajak maka masyarakat bisa bertanya 'akan dikemanakan uang pajak'. Hal ini kemudian idealnya meningkatkan transparansi pemerintah dalam menggunakan uang negara,” katanya, Rabu (12/9/2018).

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Seperti diketahui, kontribusi penerimaan perpajakan terus meningkat. Pada 2014, kontribusi mencapai 74% dari total penerimaan negara. Tahun depan, kontribusi penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai 83,1%.

Salah satu aspek penting dalam transparansi ini yakni keterlibatan dalam perumusan kebijakan terkait pajak maupun pungutan lain yang dilakukan negara. Pasalnya, kebijakan tersebut akan memengaruhi masyarakat yang menjadi pembayar pajak.

Menurutnya, aspek partisipasi perumusan kebijakan menjadi tantangan terutama. Tantangan ini berada dalam konteks demokrasi yang sejatinya membatasi kekuasaan negara dalam mengenakan pajak.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Hal yang paling sentral yakni bagaimana suatu kebijakan bisa dijustifikasi melalui proses politik. Sistem politik Indonesia – setiap pembuatan kebijakan memerlukan persetujuan politik DPR sebagai legislator – tidak bisa dilepaskan.

Oleh karena itu, seyogyanya wajib pajak ikut dilibatkan dalam setiap perumusan kebijakan sebagai betuk nyata transparansi. Pasalnya, akseptabilitas politis masih dominan dalam setiap perumusan kebijakan.

“Ini yang menjadi tantangan bagaimana masyarakat punya akses dan aktif dalam proses pembuatan suatu kebijakan khususnya dalam ranah perpajakan,” imbuh Bawono. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:53 WIB BUKU PAJAK

Perkuat Literasi Pajak, 9 Buku DDTC Ini Bisa Diunduh Gratis!

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:53 WIB INFOGRAFIS PAJAK

11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak