RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Objek PPh Pasal 21 yang Tidak Dilaporkan dalam SPT

DDTC Fiscal Research and Advisory | Jumat, 28 Januari 2022 | 14:22 WIB
Sengketa atas Objek PPh Pasal 21 yang Tidak Dilaporkan dalam SPT

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT).

Otoritas pajak menyatakan terdapat objek PPh Pasal 21 yang belum dilaporkan dalam SPT oleh wajib pajak sehingga menyebabkan pajak kurang dibayar. Selama penyelesaian sengketa berlangsung, wajib pajak tidak pernah memberi data dan menghadiri undangan yang diminta otoritas pajak. Adapun sikap wajib pajak tersebut menunjukkan adanya itikad tidak baik. Oleh karena itu, otoritas pajak memutuskan untuk melakukan koreksi.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju dengan koreksi otoritas pajak. Wajib pajak berpendapat pihaknya telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Menurutnya, biaya-biaya yang dikoreksi otoritas pajak tidak seluruhnya merupakan objek PPh Pasal 21.

Baca Juga:
NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, pada tingkat PK, Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan PK dari otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Berdasarkan pada data dan fakta yang terungkap dalam persidangan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan. Sebab, koreksi yang dilakukan otoritas pajak hanya berdasarkan pada anggapan dan tanpa didukung bukti-bukti yang valid.

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 44264/PP/M.III/10/2013 pada 28 Maret 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 17 Juli 2013.

Pokok sengketanya adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 21 senilai Rp9.607.814.917 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

Pemohon PK menyatakan tidak setuju dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan pada hasil ekualisasi antara SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2008 yang bersumber dari sistem informasi Ditjen Pajak (SIDJP) dan SPT PPh badan pada tahun yang sama.

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Berdasarkan pada ekualisasi tersebut, terdapat biaya gaji, upah, bonus, gratifikasi, honorarium, tunjangan hari raya (THR), dan lainnya yang tidak dilaporkan kepada Pemohon PK. Menurut Pemohon PK, terhadap biaya-biaya tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 21.

Dalam proses pemeriksaan, Pemohon PK tetap mempertahankan koreksi karena wajib pajak tidak memberikan tanggapan setelah diterbitkannya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Dengan tidak adanya tanggapan atas penerbitan SPHP, Pemohon PK menganggap koreksi yang dilakukannya sudah benar dan telah disetujui Termohon PK.

Pendapat Pemohon PK tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) huruf b PMK-199/PMK.03/2007. Adapun ketentuan a quo menyatakan dalam hal wajib pajak tidak hadir dalam pembahasan akhir dan tidak menyampaikan tanggapan tertulis, pajak yang terutang dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah diberitahukan kepada wajib pajak.

Baca Juga:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Lebih lanjut, dalam proses keberatan, Termohon PK juga tidak memberikan data-data pendukung, meskipun Pemohon PK telah mengajukan permintaan data secara tertulis. Selain itu, Termohon PK juga tidak menghadiri panggilan Termohon PK untuk memberikan tanggapan serta keterangan.

Merujuk pada uraian di atas, dapat disimpulkan Termohon PK tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan sengketa. Dengan kata lain, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Pemohon PK. Termohon PK berpendapat pihaknya telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Menurut Termohon PK, biaya-biaya yang dikoreksi Pemohon PK tidak seluruhnya merupakan objek PPh Pasal 21.

Baca Juga:
Aturan Permintaan Suket Hal yang Jadi Dasar Surat Keputusan Keberatan

Dalam komponen biaya yang dikoreksi tersebut, terdapat pemberian kenikmatan atau natura kepada karyawan yang tidak dapat dikenakan pajak. Menurut Termohon PK, koreksi PPh Pasal 21 yang dilakukan Pemohon PK tidak sesuai dengan fakta dan ketentuan yang berlaku.

Pertimbangan Majelis Hakim

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum yang disampaikan oleh Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 21 senilai Rp9.607.814.917 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
NIK Pegawai Tidak Ditemukan saat Bikin Bupot, DJP Beberkan Solusinya

Kedua, Mahkamah Agung menyatakan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan. Sebab, Pemohon PK melakukan koreksi tanpa mempertimbangkan fakta yang terjadi dan juga peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. Putusan Mahkamah Agung tersebut diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 24 Mei 2017. (zaka/kaw)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (5)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha

Senin, 03 Februari 2025 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Airlangga Minta Kendala Coretax Jangan Sampai Ganggu Penerimaan Negara

Senin, 03 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Istri Gabung NPWP dengan Suami, Bagaimana Login Coretax sebagai PIC?

Senin, 03 Februari 2025 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

Pedoman Dokumentasi Transfer Pricing bagi Perusahaan Multinasional

Senin, 03 Februari 2025 | 11:54 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ada Diskon Tarif Listrik, Januari 2025 Alami Deflasi 0,76 Persen

Senin, 03 Februari 2025 | 11:30 WIB CORETAX SYSTEM

Daftar Role Akses Coretax DJP Bertambah! Simak di Sini Lengkapnya