Presiden Amerika Serikat ke-16 Abraham Lincoln. (Foto: timeforkids.com)
DIA lahir dari keluarga miskin. Ayahnya tukang kayu dan petani gurem. Ibunya ibu rumah tangga biasa. Rumah tempat ia lahir adalah kabin kayu satu kamar di pinggir Nolin Creek, di sisi selatan Hodgenville, Kentucky. Pondok itu sempit, lantainya tanah, dengan satu pintu, tingkap, dan cerobong.
Keluarga itu anggota Gereja Baptis Terpisah yang menentang perbudakan. Pada usia 2 tahun, ayahnya pindah ke Knob Creek, sisi utara Hodgenville, yang tanahnya lebih subur. Saat ia 7 tahun, keluarga ini boyongan ke Indiana Selatan, di sisi utara Kentucky. Dua tahun berselang, ibunya meninggal.
Ia bersekolah di Indiana, tetapi kurang dari 1 tahun. Ia lebih suka belajar di rumah. Ia pembaca yang tekun, dan terus meminjam buku tetangga. Pada usia 21 tahun, keluarganya pindah ke Macon County, Illinois, di sisi barat Indiana, lalu ke New Orleans, setelah itu ke New Salem, Illinois.
Di kota terakhir itulah Abe—panggilan yang tak ia suka—mulai bekerja. Beragam profesi dilakoni, mulai dari tukang kayu, penjaga toko, tukang survei, dan tukang pos. Badannya tinggi, kuat, dan mahir dengan kapak. Ia pernah menang tarung gulat dengan kepala preman di sana. (Donald, 1996)
Ia tidak masuk perguruan tinggi manapun. Namun, ia belajar hukum dengan tekun. Akhirnya, pada 24 tahun, ia mencalonkan diri sebagai anggota DPR Illinois, tetapi kalah. Dua tahun berselang ia coba lagi, dan menang hingga 4 kali. Lalu mencalonkan diri sebagai anggota Kongres AS, terpilih.
Namun, di balik aktivitas premannya semasa muda itu, hatinya lembut. Bahkan mungkin, ia termasuk orang yang tidak tegaan. Simak kalimat dalam surat pribadinya kepada Nyonya Bixbie, janda yang kehilangan 3 anak kandungnya di Perang Saudara AS (1861-1865).
“Saya merasakan betapa lemah dan tak berbuahnya kata-kata saya yang seharusnya membujuk Anda dari kesedihan karena kehilangan yang begitu besar. Tapi saya tak bisa menahan diri tidak menawarkan Anda penghiburan dalam terima kasih Republik yang mereka selamatkan sampai mati”
Ia adalah Abraham Lincoln (1809-1865), Presiden Amerika Serikat (AS) ke-16 yang mengamendemen konstitusi AS ke-13 yang menghapuskan perbudakan. Dialah Presiden terbaik yang diseleksi oleh 65 sejarahwan AS dalam survei pada 2009 oleh jaringan televisi kabel nirlaba AS, C-SPAN.
Lincoln memang hidup dalam Perang Saudara. Perang ini dipicu perbedaan pandangan tentang perbudakan antara negara bagian di sisi selatan AS, dan negara bagian di sisi utara. Negara bagian di sisi selatan pro perbudakan, sedangkan negara bagian di sisi utara ingin menghapuskannya.
Negara-negara bagian AS di Selatan pro perbudakan karena perekonomiannya sangat ditopang oleh perkebunan dan pertanian. Kebun dan ladang yang luas tentu membutuhkan budak sebagai lapisan terbawah dari berjalannya ekonomi. Mereka lalu membentuk Negara Konfederasi Amerika.
Perang itu meletus pada April 1861, saat pasukan Konfederasi menyerang Fort Sumter, benteng tepi pantai di Charleston, Carolina Selatan. Saat itu, sebanyak 7 dari 34 negara bagian di AS bergabung ke Konfederasi. Penyerangan itu dilakukan sebulan setelah Lincoln dilantik sebagai Presiden AS.
Ia juga yang kali pertama menginisiasi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi bagi warga AS untuk membiayai perang tersebut, sekaligus membentuk lembaga yang paling sering dihina dan dibenci di AS hari ini, Internal Revenue Services (IRS), pada 1 Juli 1862.
Pada 5 Agustus 1861, di tengah perang, Lincoln menandatangani UU Pendapatan. Sejak itulah, AS mengenal PPh orang pribadi. Tarifnya 3% untuk penghasilan di atas US$800 per tahun. Tahun berikutnya, tarif ini direvisi menjadi 3% untuk penghasilan di atas US$600, dan 5% di atas US$10.000.
Namun, ia mungkin jenis orang yang sudah dasarnya tidak tegaan. Di balik tegap tubuhnya, Bapak Demokrasi AS ini bisa merasakan ketidakadilan dalam penerapan PPh kepada warganya. Meski pemajakan itu sudah disetujui Kongres atau dengan sendirinya menjadi konsensus nasional.
"Saya minta maaf atas ketidakadilan dalam penerapan pajak, tetapi jika kita harus menunggu sebelum memungut pajak untuk menyesuaikan pajak atas setiap orang dalam proporsi yang tepat satu sama lain, kami tidak akan pernah memungut pajak sama sekali,” katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Membaca bagaimana perjalanan hidupnya membuat saya termotivasi untuk terus belajar serta peduli terhadap orang lain
Mengulik sejarah dari seorang tokoh adalah cara kita belajar untuk terus berkembang. Takjub pada jalan pikiran orang-orang lama, memberikan jalan kepada diri sendiri untuk tidak mau kalah. Untuk bisa lebih hebatnya. Setiap tokoh, punya perspektifnya masing-masing. Seperti Abe. Kadang kita harus mengambil keputusan besar walaupun berat bagi diri kita. Semoga DDTC kedepannya kembali membahas tokoh-tokoh yg ada dalam sejarah.