Dosen Tetap DIII Perpajakan FEB Universitas Trisakti dan Praktisi Pajak Licke Bieattant, Managing Partner DDTC Darussalam, dan Dosen Vokasi Universitas Indonesia Nuryadin Rahman dalam seminar bertajuk Reformasi Sistem Perpajakan Indonesia 2022, Sabtu (17/9/2022).
JAKARTA, DDTCNews – Reformasi pajak yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan proses berkesinambungan sejak 1983. Setiap kebijakan dalam reformasi pajak pada hakikatnya dimaksudkan untuk menciptakan sistem pajak yang lebih baik dan adil.
Managing Partner DDTC Darussalam menyatakan perkembangan terkini reformasi pajak terangkum dalam agenda reformasi 2020-2024. Agenda itu terdiri atas 3 elemen yang saling melengkapi, yaitu diundangkannya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), UU Cipta Kerja, dan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP).
“Berbagai perkembangan dan terobosan ini menunjukkan bahwa sistem pajak Indonesia tengah menuju era baru. Ketiga elemen tersebut kemudian memberikan 5 wajah baru sistem pajak Tanah Air,” ujar Darussalam dalam seminar bertajuk Reformasi Sistem Perpajakan Indonesia 2022, Sabtu (17/9/2022).
Adapun 5 wajah baru sistem pajak tersebut meliputi mobilisasi penerimaan di tengah pemulihan ekonomi, sistem sejalan dengan konsep dan praktik internasional, beban pajak ditopang secara lebih adil, paradigma baru atas kepatuhan, serta keselarasan dengan perkembangan digitalisasi dan globalisasi.
Darussalam menjelaskan mobilisasi penerimaan di tengah pemulihan ekonomi sejatinya berupaya untuk memutus 3 persoalan fundamental pajak Indonesia. Ketiga persoalan tersebut terkait dengan tingkat tax ratio, tax buoyancy, dan target penerimaan pajak.
Sementara itu, kebijakan baru yang sejalan dengan konsep dan praktik internasional di antaranya terlihat dari upaya penataan ulang pengecualian dalam PPN. Penyesuaian tarif dan tax bracket PPh orang pribadi, sambungnya, juga termasuk kebijakan yang sejalan dengan konsep dan praktik internasional.
Terkait dengan wajah baru selanjutnya, pemerintah berupaya menciptakan beban pajak yang ditopang secara lebih adil melalui penggunaan NIK sebagai NPWP. Selanjutnya, paradigma baru atas kepatuhan terlihat dari reformasi pajak yang pada hakikatnya bergerak menuju voluntary compliance.
Terakhir, reformasi pajak dilakukan selaras dengan perkembangan digitalisasi dan globalisasi. Hal ini di antaranya terlihat dari aktifnya Indonesia dalam membuat kebijakan untuk pencegahan kebocoran pajak akibat digitalisasi.
Dalam seminar itu, Dosen Vokasi Universitas Indonesia Nuryadin Rahman menjelaskan 4 hal yang melatarbelakangi penggunaan NIK sebagai NPWP. Pertama, mendukung kebijakan satu data Indonesia. Kedua, mendorong penggunaan single identity number dalam pelayanan publik.
Ketiga, menjawab tantangan digitalisasi. Keempat, mencegah praktik penghindaran pajak. Kebijakan ini memberikan manfaat baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Namun, masih terdapat kendala yang perlu diperhatikan.
“Kendala dan tantangan tersebut terkait dengan keamanan data. Jadi, bagaimana agar tidak ada peratasan, sehingga data penduduk didapat pihak ketiga. Keamanan siber perlu diperhatikan agar tidak ada kebocoran data pribadi,” ujarnya.
Seminar yang dihadiri sekitar 423 peserta ini merupakan hasil kolaborasi antara Program DIII Akuntansi Perpajakan Universitas Trisakti dan Program Studi Akuntansi Vokasi Universitas Indonesia. Dosen Tetap DIII Perpajakan FEB Universitas Trisakti dan Praktisi Pajak Licke Bieattant hadir sebagai moderator.
Wakil Direktur Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia Deni Danial Kesa menyebut pembahasan reformasi perpajakan penting dilakukan karena agenda tersebut tengah bergulir.
Dekan FEB Universitas Trisakti Yolanda Masnita Siagian berharap melalui seminar ini dapat terjalin suatu diskusi sistem pajak yang ideal serta dapat berkontribusi pada makin majunya sistem perpajakan Indonesia. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.