KEBIJAKAN PAJAK

Perlukah Industri Tambang Dapat Insentif? Ini Kata Pemerhati Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 12 Agustus 2020 | 17:15 WIB
Perlukah Industri Tambang Dapat Insentif? Ini Kata Pemerhati Pajak

Mae Buenaventura dari Asian People’s Movement on Debt & Development saat memberikan paparan dalam webinar bertajuk 'Should We Bail Out Mining Corporations' yang digelar Rabu (12/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Global Alliance for Tax Justice menghelat diskusi daring yang mengupas isu kelayakan industri ekstraktif seperti migas dan pertambangan menerima insentif pajak pada masa pandemi Covid-19.

Lidy Nacpil dari Tax & Fiscal Justice Asia (TAFJA) menilai industri ekstraktif seperti pertambangan tidak memerlukan bantuan insentif pajak. Menurutnya, industri ini seharusnya berkontribusi lebih dalam membantu negara menangani Covid-19.

“Ada banyak pergerakan di negara Asia perihal pengawasan industri ekstraktif. Poin utamanya, insentif pajak tidak perlu diberikan," katanya dalam webinar bertajuk ‘Should We Bail Out Mining Corporations?’, Rabu (12/8/2020).

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Senada, Mae Buenaventura dari Asian People’s Movement on Debt & Development mengatakan saat ini pandemi telah meningkatkan angka pengangguran, kemiskinan dan utang pemerintah secara signifikan.

Untuk memulihkan ekonomi, negara membutuhkan banyak sumber pembiayaan. Untuk itu, Mae menilai perusahaan ekstraktif seperti migas dan pertambangan dapat berkontribusi lebih besar pada masa krisis ini.

Apalagi, harga beberapa komoditas meningkat tajam pada masa pandemi seperti emas dan barang tambang lainnya membuat sebagian perusahaan yang bergerak di bidang ekstraktif meraup keuntungan lebih akibat pandemi.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Berdasarkan catatannya, nilai kapitalisasi 50 perusahaan pertambangan terbesar di dunia saat ini sudah menyentuh US$249,5 triliun. Oleh karena itu, akan salah sasaran jika memberikan insentif pajak kepada perusahaan ekstraktif.

"Perusahaan ekstraktif mempunyai keunggulan pada masa pandemi karena sebagian harga komoditas yang meningkat. Insentif pajak justru meningkatkan beban belanja perpajakan dan membuka celah bagi praktik penghindaran pajak,” tuturnya.

Sementara itu, Maryati Abdullah dari Publish What You Pay Indonesia, sepakat industri ekstraktif tidak diberikan insentif pajak. Menurutnya, sektor ekstraktif, terutama Indonesia masih menyimpan pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Misal, masih tingginya aliran dana gelap (illicit financial flow) sektor pertambangan dengan menyentuh angka Rp23,8 triliun pada 2014. Selanjutnya, terdapat ketidakselarasan antara kontribusi sektor pertambangan terhadap PDB dengan kontribusinya terhadap penerimaan pajak.

"Sektor ekstraktif di Indonesia masih memiliki tantangan seperti soal kepatuhan pajak dan terkait belum terbukanya pemilik sebenarnya dari usaha ekstraktif atau beneficial owner," ujar Maryati.

Kepastian Pajak
PADA kesempatan yang sama, Partner Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menilai kebijakan fiskal yang lebih tepat untuk industri ekstraktif dan pelaku usaha pada umumnya adalah menjamin kepastian pajak.

Baca Juga:
Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

Menurutnya, menjamin kepastian pajak akan lebih signifikan dalam meningkatkan daya tarik, investasi, dan kepatuhan wajib pajak. Di saat yang sama, pemerintah juga bisa dapat mengendalikan belanja perpajakannya.

Insentif pajak pada masa pandemi Covid-19, lanjutnya, merupakan instrumen fiskal yang bersifat sementara. Dengan demikian, berbagai insentif yang digelontorkan di masa pandemi idealnya dipangkas secara bertahap dan kepastian pajak bagi pelaku usaha yang lebih ditonjolkan.

"Jadi ke depan sepertinya tidak perlu relaksasi konservatif seperti pemberian insentif, tapi lebih mendorong kepastian pajak. Hal ini berlaku pada tataran kebijakan, hukum, dan sistem administrasi pajak," kata Bawono. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:30 WIB APARATUR SIPIL NEGARA

Jelang Natal, Pegawai DJP Diminta Tidak Terima Gratifikasi

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP