LAPORAN DDTC DARI SYDNEY

Perkembangan Kebijakan Pajak Terkini Australia

Darussalam | Rabu, 04 April 2018 | 15:57 WIB
Perkembangan Kebijakan Pajak Terkini Australia

Darussalam di kampus University of Sydney, Australia

SYDNEY, DDTCNews - Pemerintah Australia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Malcolm Turnbull, pada akhirnya menyatakan bahwa pemerintahannya untuk sementara waktu tidak lagi mengusulkan proposal pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 30% menjadi 25%.

Pernyataan tersebut diumumkan oleh Menteri Keuangan Australia dan pemimpin negosiator pemerintah di Senat, Matthias Cormann, pada tanggal 27 Maret 2018. Keputusan tersebut diambil setelah melalui perdebatan panjang selama beberapa minggu terakhir, di mana pemerintah tidak berhasil mendapatkan komitmen voting dari Senat. Oleh karena itu, proposal penurunan tarif untuk sementara waktu tidak diteruskan.

Cormann mengatakan bahwa apabila pemungutan suara dilakukan saat ini maka proposal tersebut kemungkinan akan kandas sehingga pemerintah memutuskan untuk menarik proposal tersebut. Namun, pemerintah akan mencoba membahas kembali pada jadwal sidang Senat berikutnya mengenai anggaran dasar Federal pada bulan Mei mendatang.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sebelumnya, proposal penurunan tarif pajak badan untuk perusahaan kecil dan menengah sudah disetujui oleh Senat. Dengan demikian, perusahaan dengan peredaran usaha kurang dari AU$ 50 juta akan dikenakan tarif pajak sebesar 27.5%.

Lebih lanjut, momentum proposal penurunan tarif pajak badan tersebut juga telah didapatkan dari asosiasi pengusaha, The Business Council of Australia, yang menjanjikan untuk menggelontorkan investasi lebih banyak lagi untuk menciptakan lapangan kerja, apabila proposal penurunan tarif tersebut dapat diwujudkan oleh pemerintah.

Dukungan dari komunitas pengusaha tersebut dilatarbelakangi juga oleh tren global penurunan tarif PPh Badan, terutama pemangkasan pajak yang dilakukkan oleh Amerika Serikat dari 35% menjadi 21%. Memperhatikan tren penurunan tarif pajak yang terjadi saat ini (lihat: Banyak Negara Pangkas Tarif Pajak), mengakibatkan Australia menjadi salah satu negara anggota OECD dengan tarif pajak tertinggi.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Lebih lanjut, Scott Morrison, treasurer dan anggota senior dari kabinet PM Malcolm Turnbull, dalam wawancaranya dengan The Sydney Morning Herald menekankan bahwa “tanpa pemangkasan pajak, Australia akan kehilangan lapangan pekerjaan….”

Di sisi lain, pihak oposisi dari Partai Pekerja, beragumentasi bahwa penurunan tarif pajak tidak akan langsung berimbas pada penciptaan lapangan kerja maupun kenaikan upah, justru sebagian besar hanya akan berdampak kepada para pemegang saham/perusahaan asing.

Pihak oposisi juga berpendapat bahwa tarif pajak Australia yang saat ini sebesar 30% dengan penerapan sistem imputasi dividen, pada dasarnya kalau dihitung tarif efektifnya hanya sebesar 20%.

Selain kebijakan pemangkasan tarif pajak di atas, pemerintah Australia juga mengajukan proposal kebijakan pajak kepada Senat sebagai berikut ini:

  1. Proposal kebijakan pajak untuk melakukan ratifikasi Multilateral Instrumen (“MLI”). Setelah proses ratifikasi MLI, Australia akan mengirimkan notifikasi kepada OECD. MLI ini akan berlaku 3 bulan setelah notifikasi tersebut;
  2. Proposal perubahan kebijakan pajak tentang Multinational Anti Avoidance Law (“MAAL”). Perubahan kebijakan ini untuk menutup perencanaan pajak melalui skema penggunaan trust ataupartnership untuk mencegah diterapkannya MAAL;
  3. Proposal kebijakan pajak untuk menerapkan Asia Region Fund Passport. Kebijakan ini bertujuan untuk mengimplementasikan perjanjian antara Australia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Selandia Baru mengenai deregulasi collective investment vehicle dalam transaksi lintas batas negara.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja