Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Amira. Saya adalah staf keuangan di salah satu perusahaan yang memproduksi sepatu. Baru-baru ini, perusahaan kami melakukan transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) ke rekanan kami, PT S, yang melakukan pemusatan PPN.
Kantor pusat PT S berada di Jakarta dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar. Adapun pengiriman BKP dilakukan ke cabang PT S, yakni PT R, yang berada di Semarang.
Saya mendengar adanya ketentuan baru terkait dengan penulisan nama, NPWP, dan alamat dalam faktur pajak untuk transaksi seperti yang dilakukan perusahaan kami. Mohon penjelasannya tentang ketentuan tersebut dan seperti apa sanksinya jika terdapat kesalahan penulisan? Terima kasih.
Amira, Jakarta.
Jawaban:
TERIMA kasih Ibu Amira atas pertanyaannya. Dirjen pajak telah menerbitkan aturan baru mengenai faktur pajak yang dimuat dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-03/PJ/2022 tentang Faktur Pajak (PER-03/2022).
Dalam PER-03/2022 diatur mengenai ketentuan penulisan nama, NPWP, dan alamat pengusaha kena pajak (PKP) dalam hal penyerahan BKP diserahkan ke cabang perusahaan yang melakukan pemusatan PPN.
Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 6 ayat (6) PER-03/2022 yang berbunyi:
“(6) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
Sesuai dengan ketentuan di atas, dapat dilihat dalam penulisan faktur pajak atas penyerahan BKP yang dilakukan, nama dan NPWP yang ditulis adalah nama dan NPWP PKP tempat pemusatan PPN. Dalam hal ini, nama dan NPWP yang dicantumkan dalam faktur pajak adalah nama dan NPWP PT S.
Kemudian, untuk penulisan alamat dalam faktur pajak adalah alamat yang menerima BKP. Dalam hal ini, alamat yang harus dicantumkan dalam faktur pajak adalah alamat PT R yang berada di Semarang.
Namun, perlu diingat ketentuan ini hanya berlaku jika kantor pusat PKP pembeli terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar, Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Khusus, dan KPP Madya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (7) PER-03/2022 yang berbunyi:
“(7) Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tempat pendaftaran Wajib Pajak dan pelaku usaha melalui sistem elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha PKP pada kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan kantor pelayanan pajak madya.”
Apabila kantor pusat PKP pembeli tidak terdaftar di salah satu KPP sebagaimana disebutkan di atas, alamat yang dicantumkan adalah alamat kantor pusat.
Jika pengisian identitas pembeli tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam PER-03/2022, faktur pajak dianggap merupakan faktur pajak yang diisi secara tidak lengkap. PKP yang membuat faktur pajak tidak lengkap dikenai sanksi administratif sesuai Pasal 14 ayat (4) UU KUP s.t.d.d UU HPP.
Pasal 14 ayat (4) UU HPP mengatur:
“(4) Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d atau huruf e masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.”
Selain itu, sesuai dengan Pasal 31 ayat (4) PER-03/2022, PPN yang tercantum dalam faktur pajak tersebut merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh PKP pembeli.
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.