JAKARTA, DDTCNews - PT Bio Farma (Persero) memandang partisipasi pelaku usaha sangat dibutuhkan untuk memperkuat ekosistem kesehatan di Indonesia, termasuk dalam pengembangan vaksin.
Head of Vaccine Development Division Bio Farma Acep Riza Wijayadikusumah mengatakan pengembangan vaksin membutuhkan biaya sangat mahal. Untuk itu, insentif fiskal seperti supertax deduction dapat dimanfaatkan agar ongkos pengembangan vaksin tidak terlalu memberatkan.
"Penggunaan supertax deduction untuk para pelaku usaha atau periset di bidang vaksin ini harus diperkuat," katanya dalam webinar yang diadakan BRIN, dikutip pada Minggu (7/7/2024).
Acep menuturkan pemerintah telah menyediakan insentif fiskal berupa supertax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Fokus litbang yang berhak memperoleh supertax deduction termasuk farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan.
Melalui PMK 153/2020, pemerintah mengatur wajib pajak yang melakukan kegiatan litbang tertentu dapat memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang tertentu di Indonesia.
Pengurangan tersebut terdiri atas 100% dari jumlah biaya riil dan tambahan pengurangan sebesar paling tinggi 200% dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan litbang dalam jangka waktu tertentu.
Fasilitas supertax deduction diberikan kepada wajib pajak badan dalam negeri yang mengadakan litbang. Terdapat 11 fokus litbang dan 105 tema litbang yang dapat diajukan untuk memperoleh fasilitas supertax deduction, termasuk farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan.
Kriteria memperoleh fasilitas ini di antaranya melaksanakan kegiatan litbang untuk dengan tujuan memperoleh penemuan baru, berdasarkan konsep atau hipotesis orisinal, memiliki ketidakpastian atas hasil akhirnya, terencana dan memiliki anggaran, serta bertujuan menciptakan sesuatu yang dapat ditransfer secara bebas atau diperdagangkan.
Selain insentif pajak, Acep menyebut pemerintah juga perlu memberikan subsidi untuk kegiatan litbang, terutama dalam pelaksanaan uji klinis. Menurutnya, subsidi dibutuhkan karena uji klinis vaksin membutuhkan biaya besar.
"Apalagi harus menggunakan animal model sampai non-human primates, dan bahkan sampai uji klinis di manusia. Manusia diuji klinis itu sangat mahal, apalagi kalau harus meng-cover populasi tertentu dan jumlahnya ribuan orang serta waktunya sangat lama," ujarnya.
Di sisi lain, Acep memandang dukungan dari segi nonfiskal pun tidak kalah penting. Misal, akselerasi kegiatan litbang, dukungan kebijakan seperti impor bahan baku, serta jaminan pasar atas vaksin yang diproduksi. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.