Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Wahyu. Saya memiliki sebuah usaha tempat makan di Kota Tegal. Tempat makan ini baru didirikan pada 2020. Dalam menjalankan kewajiban perpajakan, tempat makan kami selalu membayar pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,5% dari peredaran usaha.
Selama ini, omzet tahunan kami biasanya kurang dari Rp4,8 miliar. Namun, saat September 2022, omzet usaha kami mencapai lebih dari Rp4,8 miliar. Jika demikian, bagaimana perlakuan PPh atas usaha kami? Mohon bantuannya, terima kasih.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Wahyu atas pertanyaan yang diajukan. Perlu diketahui, wajib pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dapat memanfaatkan fasilitas PPh final 0,5% sesuai dengan ketentuan PP 23/2018.
PPh yang bersifat final 0,5% sebagaimana diatur dalam PP 23/2018 hanya dapat digunakan selama jangka waktu tertentu dan batas peredaran bruto tertentu. Ketentuan mengenai jangka waktu pemanfaatan fasilitas PP 23/2018 tertera dalam Pasal 5 ayat (1) PP 23/2018 jo. Pasal 59 ayat (1) PP 55/2022.
Sementara itu, batasan peredaran bruto yang dapat memanfaatkan PP 23/2018 diatur dalam Pasal 3 ayat (1) PP 23/2018 jo. Pasal 57 ayat (1) PP 55/2022. Adapun isi Pasal 57 ayat (1) PP 55/2022 adalah sebagai berikut.
“(1) Wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) merupakan:
Yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.”
Sesuai dengan ketentuan tersebut, PPh yang bersifat final 0,5% hanya dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.
Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha wajib pajak bersangkutan akan dihitung setiap bulan. Kemudian, wajib pajak juga akan menyetorkan PPh yang terutang kepada negara setiap bulan. Selama 1 tahun pajak, peredaran bruto dari usaha akan dihitung secara kumulatif.
Saat melakukan penghitungan secara kumulatif, tidak menutup kemungkinan bahwa peredaran bruto selama tahun pajak berjalan telah melebihi Rp4,8 miliar. Artinya, wajib pajak sudah tidak memenuhi kriteria untuk memanfaatkan PPh final yang diatur dalam PP 23/2018. Kasus serupa dialami oleh Bapak Wahyu yang usaha tempat makannya ternyata telah mengalami peningkatan peredaran bruto hingga melebihi Rp4,8 miliar pada September 2022.
Dalam kasus ini, Bapak Wahyu dapat merujuk pada Pasal 61 ayat (1) PP 55/2022 sebagai berikut:
“(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjalan telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan.”
Meskipun peredaran bruto Bapak Wahyu telah melebihi Rp4,8 miliar, wajib pajak masih dapat menggunakan penghitungan PPh final 0,5% hingga akhir tahun pajak. Dengan demikian, penghitungan PPh final 0,5% masih dapat digunakan hingga Desember 2022.
Namun, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak setelah tahun 2022 akan dikenai PPh dengan ketentuan umum berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 61 ayat (2) PP 55/2022. Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.