DAYA SAING PAJAK

Mitos di Balik Penurunan Tarif PPh

Redaksi DDTCNews | Rabu, 11 September 2019 | 15:25 WIB

JAKARTA, DDTCNews – Presiden Joko Widodo berencana menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari posisi saat ini 25% menjadi 20% untuk menggenjot investasi asing masuk ke Indonesia. Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak lalu menindaklanjuti rencana tersebut dengan membuat RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan yang segera diajukan ke parlemen.

Menurut rencana, penahapan penurunan tarif PPh badan itu akan dimulai pada 2021 sampai 2023 ketika tarif PPh badan Indonesia sudah turun menjadi 20%. Langkah penahapan ini persis mengulangi penurunan tarif PPh melalui RUU Pajak Penghasilan yang dibahas dan disahkan di parlemen pada 2008, yang menurunkan tarif PPh secara bertahap mulai 2009 ke 2010 dari posisi awal 30% menjadi 25%

Baca Juga:
Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Pada saat yang sama, Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak juga telah memulai program reformasi pajak sejak 2016. Dari program tersebut diharapkan akan terjadi perluasan basis pajak yang dapat mengompensasi atau meminimalisasi dampak penurunan tarif tersebut kepada penerimaan. Diperkirakan, dengan penurunan tarif PPh dari 25% ke 20% akan ada penerimaan yang hilang sebesar Rp87 triliun per tahun.

Akan tetapi, diandaikan, dari penurunan tarif itu daya saing investasi Indonesia di kawasan akan semakin meningkat, sehingga dapat menopang laju pertumbuhan ekonomi. Benarkah asumsi ini? Apakah itu cuma sekadar mitos-mitos yang biasa mengiringi rencana penurunan tarif, seperti sudah kita lihat saat tarif PPh turun dari 30% ke 25% satu dasawarsa lalu? Apa dampak penurunan tarif yang paling realistis?

Untuk membahas sekaligus menjawab berbagai pertanyaan tersebut, CNBCIndonesia.com mewawancarai Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dan Partner DDTC Research and Training Bawono Kristiaji. Wawancara diadakan di studio CNBCIndonesia.com di Jakarta, Selasa (10/9/2019). Berikut kutipannya:


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

BERITA PILIHAN

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru