Salah satu sudut pemandangan di Kota Hanoi, Vietnam. (Foto: iStock/vinhdav)
HANOI, DDTCNews—Pemerintah Vietnam tengah mengkaji wacana penundaan waktu pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), hingga pajak korporasi selama lima bulan ke depan.
Menteri Keuangan Dinh Tien Dung mengaku sudah mengusulkan insentif pajak itu kepada Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc. Dinh meyakini insentif pajak itu dapat membantu para wajib pajak di tengah tekanan virus Corona.
"Jika rancangan tersebut disetujui, akan ada tiga kelompok yang menerima manfaatnya," katanya di Hanoi, dikutip Senin (16/3/2020).
Pertama, kelompok yang meliputi pelaku bisnis, organisasi, individu, dan rumah tangga yang terlibat dalam kegiatan produksi di industri manufaktur tertentu. Kedua, usaha mikro dan kecil yang ditentukan dalam UU Usaha Kecil dan Menengah.
Ketiga, kelompok yang mencakup sektor transportasi, layanan akomodasi dan katering, agen perjalanan, bisnis wisata, dan layanan pendukung yang berkaitan dengan promosi dan organisasi wisata.
Dinh Tien Dung menghitung nilai pelonggaran pembayaran pajak dalam lima bulan tersebut mencapai VND30,1 triliun atau sekitar Rp19,4 triliun. Dia mengklaim nilai itu tidak akan memengaruhi target APBN 2020.
“Pendapatan tahun ini tidak akan berkurang karena perusahaan tetap harus menyelesaikan pembayaran mereka sebelum 31 Desember 2020,” ujarnya.
Ketua Asosiasi UKM Hanoi Mac Quoc Anh mendesak pemerintah segera mengaktifkan kebijakan stimulus untuk menangkal dampak virus Corona. Menurutnya, kinerja korporasi saat ini sangat terganggu karena efek Corona.
“Kebijakan itu akan menghindarkan pelaku bisnis dari kesulitan akibat virus Corona," katanya.
Pemerintah Vietnam sebelumnya merilis laporan tentang dampak virus Corona pada produksi dan kegiatan bisnis perusahaan. Laporan itu adalah hasil survei terhadap 1.200 perusahaan di berbagai bidang, termasuk pertanian, industri, dan jasa.
Dilansir dari Vietnamnews, sebanyak 60% dari total jumlah perusahaan yang disurvei akan kehilangan 50% dari pendapatan mereka, dan 29% akan kehilangan 20-50% dari pendapatan. Hanya 1,8% yang disurvei tidak mengalami kerugian selama pandemi. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.