ADMINISTRASI PAJAK

Menjamin Digitalisasi Sistem Administrasi Pajak yang Adil bagi UMKM

Redaksi DDTCNews | Jumat, 29 Mei 2020 | 11:11 WIB
Menjamin Digitalisasi Sistem Administrasi Pajak yang Adil bagi UMKM

TIDAK dapat dipungkiri bahwa dampak digitalisasi dapat mempermudah proses suatu sistem, termasuk bagi administrasi perpajakan.

Namun, untuk menjadikan teknologi dapat berfungsi optimal bukanlah proses yang mudah. Komponen biayanya mencakup pembangunan infrastruktur digital hingga pelatihan sumber daya agar mampu memanfaatkan peralihan sistem administrasi pajak berbasis teknologi digital.

Negara-negara di kawasan maju sekelas Britania Raya ternyata juga mengalami kendala tersebut. Hal tersebut dinyatakan dalam laporan UK House of Lords Economic Affairs Committee yang berjudul “Making Tax Digital for VAT: Treating Small Businesses Fairly.”

Baca Juga:
Pemerintah China dan Parlemen Sepakati UU PPN, Berlaku Mulai 2026

House of Lords merupakan strata tertinggi dalam parlemen yang merupakan gabungan negara-negara Britania Raya, yakni Irlandia, Inggris, Skotlandia, dan Wales.

Laporan yang diterbitkan pada 2018 ini dilatarbelakangi keputusan pemerintah yang mewajibkan seluruh perusahaan dengan nilai peredaran bruto yang melebihi £85.000 per tahun agar melakukan digitalisasi seluruh proses kewajiban perpajakan atas PPN mulai 1 April 2019.

Terlebih, otoritas perpajakan HMRC mendefinisikan usaha kecil (small business) sebagai suatu bisnis yang memiliki omzet kena pajak antara £85.000 dan £10 juta. Kebijakan ini membuat 96% dari seluruh bisnis di Britania Raya akan terdampak, termasuk yang skala mikro sekalipun.

Baca Juga:
April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Selain mempertanyakan asumsi nilai omzet yang digunakan, House of Lords juga mempertanyakan tujuan dari tanggung jawab HMRC untuk membantu UMKM agar patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Kebijakan ini dinilai justru menimbulkan kerumitan baru yang cukup signifikan karena sumber daya UMKM yang sangat terbatas.

Secara garis besar, laporan bersangkutan memberikan beberapa rekomendasi kepada pihak eksekutif terkait kebijakan Making VAT Digital. Pertama, menunda peluncuran kebijakan baru tersebut setidaknya selama satu tahun ke depan.

Kedua, merencanakan transisi sistem secara bertahap agar UMKM dapat bersiap sepenuhnya untuk mengimplementasikan kebijakan ini.

Baca Juga:
Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Ketiga, mempertimbangkan kewajiban penerapan kebijakan ini untuk ditunda hingga April 2022 agar UMKM memiliki waktu untuk mempelajari penerapan sistem digital untuk administrasi PPN.

Keempat, menerbitkan rencana pengembangan jangka panjang terkait digitalisasi administrasi pajak yang tidak sekadar mengedepankan optimalisasi kepatuhan pajak.

Terdapat pula identifikasi atas kegagalan implementasi pilot project yang sudah dilakukan oleh HMRC. Salah satu di antaranya ialah publikasi kebijakan yang dinilai belum merata ke seluruh usaha yang terdampak.

Baca Juga:
Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Selain itu, identifikasi juga terkait belum tersedianya aplikasi akuntansi dan perpajakan yang dapat dimanfaatkan UMKM secara gratis atau dengan biaya ringan. Sebagai tambahan, sistem penaltinya yang disebabkan oleh kemungkinan ketidaktahuan wajib pajak atas kebijakan bersangkutan juga dinilai cukup memberatkan.

Selain pemberian rekomendasi untuk mewujudkan sistem administrasi pajak yang adil untuk bisnis skala UMKM, laporan ini juga mampu menggambarkan transparansi atas sistem pembuatan kebijakan di Britania Raya.

Laporan ke-13 yang disusun oleh House of Lord tersebut secara tidak langsung turut menunjukkan pentingnya sebuah pendekatan akademis yang komprehensif sebagai upaya untuk melakukan perubahan kebijakan. Bahkan, ketika rekomendasi perubahan kebijakan diusulkan oleh pihak legislatif tertinggi sekalipun.

Sistem yang transparan semacam itu tentunya dapat pula menjadi pembelajaran bagi banyak negara lain, tak terkecuali bagi Indonesia.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan