LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2021

Meningkatkan Pengawasan Pajak Youtuber

Redaksi DDTCNews | Minggu, 29 Agustus 2021 | 10:30 WIB
Meningkatkan Pengawasan Pajak Youtuber

Aris Suko Wibowo,
Magelang, Jawa Tengah

TIDAK dapat dipungkiri, penerimaan pajak merupakan kontributor terbesar pendapatan negara. Dalam APBN 2021, target pendapatan negara senilai Rp1.743,6 triliun. Sebanyak 70,5% atau senilai Rp1.229,6 triliun ditargetkan bersumber dari penerimaan pajak.

Sayangnya, hingga saat ini, pandemi Covid-19 masih belum berakhir. Tantangan pengamanan penerimaan pajak semakin besar. Pencarian sumber baru penerimaan pajak menjadi salah satu langkah yang dapat diambil otoritas.

Pencarian sumber baru itu tentu saja dengan melihat dinamika kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Salah satu dinamika yang layak untuk dipertimbangkan adalah penggunaan teknologi digital. Pandemi yang belum usai memantik kreativitas pelaku usaha, termasuk anak muda.

Beberapa anak muda mulai mencari penghasilan dari makin pesatnya penetrasi internet di Indonesia. Mereka mulai memanfaatkan media sosial sebagai saluran untuk mendapatkan pemasukan. Beberapa di antaranya membangun channel Youtube sehingga biasa dikenal dengan sebutan Youtuber.

Bagaimanapun, potensinya cukup besar. Berdasarkan pada data datereportal.com, per Januari 2021, terdapat 345 juta koneksi telepon seluler. Dari jumlah tersebut, sebanyak 202,6 juta atau 73,7% dari 274,9 juta jumlah penduduk Indonesia merupakan pengguna internet sekitar 8 jam 52 menit per hari.

Adapun sekitar 170 juta atau 61,9% penduduk merupakan pengguna media sosial. Dari jumlah tersebut, sebanyak 93,8% merupakan pengguna Youtube. Tentunya ini merupakan angka yang besar. Di dalamnya pasti terdapat aktivitas ekonomi yang signifikan.

Hasil pengolahan data dari socialblade.com, 10 besar channel dengan pendapatan terbesar di Indonesia menerima penghasilan dari Google rata-rata senilai Rp3,7 miliar per bulan atau sekitar Rp44,89 miliar per tahun.

Besarnya pendapatan yang diperoleh tersebut membuat makin banyak orang menekuni skema ini alias menjadi Youtuber. Hal ini terlihat dari banyaknya channel pada peringkat 100 besar socialblade.com yang dimiliki oleh perorangan, termasuk para pemuda.

Pendapatan yang diperoleh dari Google melalui pemanfaatan Youtube tentu belum termasuk hasil endorse suatu produk, penjualan merchandise, dan penghasilan lainnya. Makin populer suatu channel di Youtube, makin banyak pula sumber penghasilan bagi pemiliknya.

Pengawasan dari Fiskus

MELIHAT perkembangan tersebut, Ditjen Pajak (DJP) perlu meningkatkan pengawasan aktivitas ekonomi para Youtuber. Dengan demikian, ladang bisnis ini dapat dikonversi menjadi sumber baru penerimaan pajak. DJP perlu menguji pemenuhan kewajiban perpajakan para pemilik channel Youtube, khususnya yang memiliki penghasilan materiel.

Pengawasan terhadap produsen konten (content creator) di Youtube seharusnya tidak sulit. DJP sebagai institusi resmi negara hanya perlu mendapatkan daftar penerima penghasilan Youtube Partner Program atau Google Adsense.

Permintaan data tersebut dapat diajukan kepada Google sebagai penyedia layanan Youtube, baik itu di Amerika Serikat, Singapura, maupun Indonesia. Instrumen hukum sudah tersedia, bahkan diatur dalam undang-undang (UU).

Berdasarkan pada Pasal 35A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib memberikan data serta informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagaimana jika Google menolak memberikan data? Kementerian Keuangan dapat berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau pihak lain untuk menghentikan sementara layanan Google dan Youtube di Indonesia sampai dengan terpenuhinya data yang dibutuhkan.

Jika data dari Google tidak didapatkan, fiskus juga bisa melakukan penelusuran melalui berbagai portal berbayar di internet yang dapat menyajikan data estimasi penghasilan suatu channel Youtube, bahkan Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok, dan media sosial lainnya.

Berdasar pada data tersebut, petugas DJP di lapangan melakukan pengecekan pemenuhan kewajiban perpajakannya. Fiskus juga harus kreatif untuk menemukan data penghasilan lain Youtuber, antara lain dari endorse produk, penjualan produk, honor pembicara, dan lain-lain.

Biasanya, channel Youtube memiliki akun media sosial lain. Fiskus dapat melakukan penelusuran untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Dengan strategi pengawasan ini, niscaya akan tercapai sumber baru penerimaan yang optimal.

Di sisi lain, para Youtuber bisa mulai membuat strategi pemenuhan kewajiban pajak yang baik. Ketika status Youtuber telah menjadi pilihan untuk mencari penghasilan, pembukuan atau pencatatan perlu dilakukan dengan baik. Youtuber bisa mengikuti ketentuan perpajakan sejak awal dan membuat perencanaan pembayaran pajak yang baik.

Tidak perlu berharap menyembunyikan penghasilan dari DJP. Institusi ini diyakini makin hari makin mempunyai kemampuan yang baik dalam pengumpulan data terkait dengan perpajakan dari berbagai sumber.

Contohnya, data penghasilan dari Google pastinya dimiliki DJP. Penghasilan dari endorse produk atau penjualan produk, dapat dengan mudah dianalisis fiskus. Data analisis bersumber dari media sosial, marketplace, serta sumber data yang lain.

Youtuber perlu mempersiapkan pembukuan atau pencatatan yang rapi. Mereka juga perlu melakukan perencanaan pembayaran pajak yang baik agar terhindar dari sanksi ketika DJP menemukan data penghasilan Youtuber tidak sesuai dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Dengan menjalankan peran masing-masing, fiskus dan para Youtuber dapat berkontribusi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam membiayai pembangunan negara ini.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2021. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-14 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

30 Agustus 2021 | 19:31 WIB

terobosan pemikiran patut diapresiasi: "jika google tidak mau kasih data ke djp, blok saja ijin layanan Indonesia"

29 Agustus 2021 | 18:14 WIB

kreatif dan inovatif

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN