SEMAKIN beragamnya jenis penyerahan jasa saat ini mengharuskan Pengusaha Kena Pajak (PKP) memahami cara menentukan saat terutangnya pajak pertambahan nilai (PPN) penyerahan tersebut. Dengan demikian, PKP dapat menentukan kapan pemungutan PPN dan penerbitan faktur pajaknya.
Penentuan saat terutangnya PPN menjadi isu bagi PKP yang bergerak dalam usaha jasa pelaksana konstruksi. Sebab dalam praktik, pelaksanaan jasa konstruksi tidak hanya dilakukan setelah kontrak ditandatangani pihak yang bertransaksi, tetapi juga dilaksanakan sebelum kontrak ditandatangani.
Pengusaha jasa konstruksi memiliki klasifikasi seperti diatur Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor 10 Tahun 2013 tentang Klasifikasi/Subklasifikasi Pekerjaan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi, yaitu konstruksi gedung, bangunan sipil, instalasi mekanikal dan elektrikal, dan jasa lain.
Lalu, bagaimana cara menentukan saat terutangnya PPN sebelum kontrak ditandatangani? UU PPN secara khusus telah mengatur saat terutangnya PPN. Dengan mengetahui hal tersebut, PKP dapat menentukan saat pemungutan PPN dan saat penerbitan faktur pajak.
UU PPN menyebut PPN terutang atas setiap penyerahan jasa di daerah pabean. Penggunaan konsep saat penyerahan sebagai dasar penentu saat terutangnya PPN dilatarbelakangi salah satu konsep dasar PPN, yaitu PPN sebagai pajak atas transaksi (Darussalam, Septriadi, dan Dhora, 2018).
Karena itu, PPN terutang saat terjadinya penyerahan atau saat barang atau jasa tersebut tersedia untuk dikonsumsi (Millar, 2009). Secara umum, cara yang dapat digunakan untuk menentukan saat terjadinya penyerahan adalah peristiwa yang terjadi terlebih dahulu dari tiga peristiwa ini (Tait, 1988).
Pertama, saat diterbitkannya faktur penjualan yang dapat dibuktikan dengan tanggal dokumentasi. Kedua, saat barang tersedia bagi pembeli atau saat jasa diberikan. Ketiga, saat pembayaran atas penyerahan barang atau jasa tersebut dilakukan.
Aturan tersebut juga diterapkan di Indonesia. Pasal 11 UU PPN menyebut saat terutangnya PPN terjadi saat penyerahan jasa kena pajak (JKP). Akan tetapi, apabila pembayaran dilakukan sebelum dilakukan penyerahan JKP, saat terutangnya PPN adalah saat pembayaran dilakukan.
Di lain pihak, Ditjen Pajak juga dapat menentukan saat lain sebagai saat terutangnya PPN. Dengan demikian, dapat disimpulkan Indonesia menganut prinsip akrual karena saat terutangnya pajak dapat terjadi saat penyerahan JKP meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima PKP.
Penyerahan JKP
IMPLEMENTASI penentuan saat penyerahan JKP itu diperinci lagi dalam Pasal 17 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU PPN. Berdasarkan PP tersebut, ada empat hal yang menandai telah terjadinya penyerahan JKP.
Pertama, saat harga penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan konsisten. Kedua, saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan konsisten.
Ketiga, saat kontrak/perjanjian ditandatangani apabila saat pengakuan penghasilan atau penerbitan faktur penjualan tidak diketahui. Keempat, saat mulai tersedianya fasilitas/kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri.
Berdasarkan aturan di atas, dapat disimpulkan terdapat beberapa peristiwa yang menentukan saat penyerahan JKP terjadi. Aturan ini sekaligus menunjukkan betapa pentingnya menentukan peristiwa yang terjadi lebih dulu dalam penyerahan jasa kena pajak.
Dengan demikian, penentuan saat terutangnya PPN atas penyerahan jasa konstruksi tidak lagi menimbulkan pertanyaan. Bagi kontraktor yang telah memulai pekerjaan jasa konstruksi sebelum kontrak ditandatangani, ada dua cara untuk menentukan kapan saat penyerahan terjadi.
Pertama, saat harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan konsisten. Kedua, saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP sesuai dengan prinsip akuntansi yang belaku umum dan diterapkan konsisten.
Kesimpulannya, terdapat dua peristiwa yang dianggap penting dalam menentukan kapan penyerahan jasa konstruksi, yaitu saat pencatatan piutang atau penghasilan dan saat terbitnya faktur penjualan. Hal ini menunjukkan prinsip taat asas dalam mengakui penghasilan atau menerbitkan faktur pajak.
Apabila kontraktor melakukan pencatatan piutang atau penghasilan dengan metode akrual terlebih dahulu dibandingan dengan penerbitan faktur penjualan, penyerahan jasa konstruksi dianggap telah terjadi. Oleh karena itu, PPN telah terutang dan kontraktor wajib menerbitkan faktur pajak.
Apabila kontraktor menerbitkan faktur penjualan terlebih dahulu dibandingkan dengan pencatatan piutang atau penghasilan, penyerahan jasa juga dianggap telah terjadi. Oleh karena itu, PPN telah terutang dan kontraktor wajib menerbitkan faktur pajak.
Apabila kedua peristiwa itu tidak dapat ditentukan, kontrak menjadi pilihan terakhir bagi kontraktor dalam menentukan saat penyerahan jasa konstruksi. Namun, praktiknya masih ada kontraktor yang memungut PPN dan menerbitkan faktur pajak selain pada saat terjadinya penyerahan jasa.
Diharapkan ke depan kontraktor dapat memungut PPN terutang sesuai dengan saat terjadinya penyerahaan jasa dengan mengacu pada prinsip taat asas. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir potensi sanksi administrasi atas penerbitan faktur pajak yang tidak tepat waktu.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.