STATISTIK PAJAK KONSUMSI

Mencermati Komponen Perubahan Kinerja Pajak atas Konsumsi

Redaksi DDTCNews | Senin, 18 Januari 2021 | 09:10 WIB
Mencermati Komponen Perubahan Kinerja Pajak atas Konsumsi

PADA masa krisis atau pandemi, perubahan kinerja penerimaan pajak atas konsumsi cenderung lebih lebar apabila dibandingkan dengan kinerja penerimaan pada masa normal. Hal ini terutama disebabkan merosotnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga berimbas pada penerimaan pajak atas konsumsi.

Organisation for Economic Co-operation Development (OECD) pada awal 2020 merilis working paper berjudul What Drives Consumption Tax Revenues? Disentangling Policy and Macroeconomic Drivers yang ditulis Hannah Simon dan Michelle Harding.

Pada intinya, kajian ini mencoba menelisik lebih dalam faktor-faktor yang memengaruhi kinerja penerimaan pajak atas konsumsi dengan mempertimbangkan implicit tax rate (ITR) atas konsumsi di negara-negara OECD.

ITR digunakan untuk mengukur seberapa optimal otoritas pajak dalam menggali potensi pajak atas konsumsi di suatu negara/yurisdiksi. Nilai ITR diperoleh dengan menghitung rasio penerimaan pajak dari suatu kategori (konsumsi, tenaga kerja, serta modal) terhadap suatu proxy potensi basis pajak.

Lantas, temuan apa yang sekiranya menarik dari kajian tersebut?

Tabel di bawah ini menunjukkan rata-rata nilai varians dan kovarians di berbagai periode dari perubahan tahunan (annual change) negara-negara OECD atas beberapa komponen tertentu seperti penerimaan pajak konsumsi terhadap produk domestik bruto (PDB), ITR konsumsi, atau tingkat konsumsi terhadap PDB.

Di samping itu, terdapat pula nilai kovarians dari penerimaan pajak konsumsi terhadap PDB dengan tingkat konsumsi terhadap PDB.

Nilai varians mencerminkan seberapa jauh penyebaran perubahan tahunan atas komponen-komponen yang ada di negara-negara OECD. Di sisi lain, kovarians mencerminkan seberapa jauh penyebaran perubahan tahunan atas dua komponen (ITR konsumsi dan tingkat konsumsi terhadap PDB) di negara-negara OECD.


Secara garis besar, dapat disimpulkan perubahan utama dalam komponen penerimaan pajak konsumsi terhadap PDB didorong oleh perubahan komponen ITR pada konsumsi. Hal ini terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata varians hampir seluruh periode.

Nilai rata-rata varians komponen ITR konsumsi meningkat dari 0,0020 menjadi 0,0025 (periode 1995 – 2017), 0,0014 menjadi 0,0018 (1995 – 2003), 0,0010 menjadi 0,0012 (2003 – 2007), serta 0,0014 menjadi 0,0016 (2009 – 2017).

Sementara itu, adanya kovariansi negatif antara komponen ITR konsumsi dan komponen tingkat konsumsi terhadap PDB menegaskan perkembangan basis pajak – yang tercermin dari tingkat konsumsi – sebagian telah mengimbangi efek perubahan ITR konsumsi pada berbagai periode.

Menariknya, pada masa krisis (2007-2009), fluktuasi penerimaan komponen pajak konsumsi terhadap PDB rata-rata dua kali lebih besar dari periode-periode sebelum ataupun sesudah. Pada lain pihak, rata-rata varians komponen ITR konsumsi juga mengalami fluktuasi yang cukup besar di masa krisis.

Namun, pengaruh komponen ITR konsumsi terhadap penerimaan pajak konsumsi tampaknya kurang signifikan. Hal ini ditandai dengan nilai rata-rata varians komponen ITR komsumsi yang lebih kecil, yakni sebesar 0,0028 atau setara dengan 93% penerimaan pajak konsumsi terhadap PDB yang mencapai 0,0031.

Dari sisi kovarians, nilai rata-rata kovariansi negatif atas dua komponen selama periode krisis lebih rendah, yakni sebesar -0,0003 atau setara dengan -11% komponen penerimaan pajak konsumsi terhadap PDB.

Hal ini menunjukkan efek pengimbangan tingkat konsumsi terhadap PDB atas perubahan ITR konsumsi jauh lebih kecil selama periode krisis dibandingkan dengan periode lainnya.

Pada kesimpulannya, dengan melihat perubahan tahunan rata-rata negara OECD pada masa krisis, kajian ini memperlihatkan ITR konsumsi lebih dapat menjelaskan perubahan penerimaan pajak konsumsi apabila dibandingkan dengan perubahan basis pajak. *

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 08:27 WIB UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (UII)

Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

Jumat, 18 Oktober 2024 | 10:45 WIB HUT KE-17 DDTC

Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja