PAJAK INTERNASIONAL

Mempelajari Dampak Hukum Pajak Internasional terhadap Aturan Domestik

Denny Vissaro | Senin, 30 Maret 2020 | 17:53 WIB
Mempelajari Dampak Hukum Pajak Internasional terhadap Aturan Domestik

PEREKONOMIAN global yang semakin terintegrasi dan perdagangan antarnegara yang terus bereskalasi membuat perhatian terhadap sistem pajak internasional meningkat.

Sistem pajak berbagai negara dirumuskan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan pemajakan berganda ataupun penghindaran pajak. Dengan demikian, terdapat batasan bagi suatu negara dalam menentukan arah kebijakan pajaknya.

Namun, apakah sebenarnya terdapat ‘hukum pajak internasional’ yang tidak boleh dilanggar? Pertanyaan mendasar ini menjadi basis penulisan buku berjudul ‘International Tax as International Tax Law’ yang diracik oleh Reuven S. Avi-Yonah pada 2007.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Buku ini memberikan pemaparan konsep dasar pajak internasional serta membangun paradigma berpikir kritis mengenai dampaknya terhadap aturan pajak domestik serta interaksi antarnegara. Melalui tulisan yang relatif ringan untuk disimak, pembaca akan memahami keberadaan ‘hukum pajak internasional’ mengikat sistem pajak setiap negara dengan mudah.

Secara formal dan legal, memang benar bahwa tidak terdapat suatu hukum internasional terkait pajak yang terhadapnya setiap negara harus tunduk. Namun, secara konseptual, Avi-Yonah menjelaskan dengan menarik bagaimana setiap negara pada akhirnya harus tunduk dalam derajat tertentu terhadap norma-norma pajak internasional.

Dalam kerangka berpikir tersebut, pembaca akan diajak menyelami bagaimana esensi dari rezim pajak internasional memengaruhi perumusan peraturan sistem pajak di setiap negara.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Selain itu, masing-masing negara juga perlu memilih, apakah memajaki setiap penghasilan menurut status residen seseorang (rezim worldwide) atau badan atau berdasarkan sumber penghasilannya (rezim territorial).

Seperti yang dijabarkan dalam buku ini, setiap penghasilan idealnya hanya dipajaki satu kali, tidak kurang dan tidak lebih. Jika lebih dari satu maka perdagangan dan transaksi internasional akan terdistorsi. Namun, jika kurang dari satu kali berarti terdapat penghindaran atau pengelakan pajak.

Atas dasar prinsip tersebut, profesor University of Michigan Law School tersebut menguraikan bagaimana pada akhirnya Perjanjian Penghindaran Pemajakan Berganda (P3B) dan peraturan pajak domestik harus disesuaikan.

Baca Juga:
Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Contohnya, banyak negara ‘terpaksa’ memperhitungkan pajak yang sudah sebelumnya dibayar di negara lain (sebagai sumber penghasilan) untuk mengurangi pajak terutang. Contoh lain juga turut dijelaskan adalah bagaimana jenis-jenis penghasilan tertentu sebaiknya dipajaki dan siapa yang seharusnya memiliki hak pemajakan lebih besar.

Lebih jauh, koordinasi antarnegara juga mau tidak mau menjadi semakin intens. Jika kita lihat saat ini, berbagai inisiatif diluncurkan dalam konsensus internasional, seperti BEPS Action Project, automatic exchange of information (AEoI), dan pemajakan ekonomi digital.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, negara-negara menjadi terikat dan harus menyesuaikan sistem pajaknya agar harmonis dengan prinsip-prinsip yang sudah disepakati bersama.

Baca Juga:
Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Atas dasar motif perebutan modal, Avi-Yonah juga memprediksi bagaimana arah kompetisi tarif dan insentif pajak akan semakin intensi di masa mendatang. Di sisi lain, dia juga menjelaskan bagaimana berbagai benturan kepentingan antarnegara akan menyebabkan diskusi akan berlangsung alot sehingga kesepakatan tidak terjadi dengan mudah.

Intinya, dalam buku ini kita akan lebih paham bahwa kedaulatan pajak setiap negara semakin tertekan dan dibatasi oleh berbagai aspek eksternal. Bisa saja suatu negara tetap memaksakan aksi sepihak tanpa memperhitungkan prinsip pajak internasional. Namun, pada akhirnya negara itu justru kehilangan basis pemajakan karena subjek pajak bisa dengan mudahnya berpindah yurisdiksi.

Jika Anda merupakan penggemar pajak internasional dan ingin mempelajari lebih jauh dampaknya baik yang sudah terjadi maupun yang akan datang, buku ini tepat untuk Anda baca. Silakan berkunjung ke DDTC Library.*


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Senin, 21 Oktober 2024 | 12:30 WIB KPP PRATAMA NATAR

Kurang Kooperatif, Saldo Rekening Penunggak Pajak Dipindahbukukan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 10:45 WIB HUT KE-17 DDTC

Download! PDF Buku Baru DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN