Muhammad Ilham Maulana
,"AGAKNYA, generasi muda berjudi dengan waktu tentang benefit atau cost yang mereka terima di masa depan."
Itulah yang menjadi pikiran kami, generasi muda, mengenai warisan apa yang nantinya akan diterima di masa depan. Nicholas Stern, seorang profesor ekonomi dan pemerintahan dari The London School of Economics and Political Science (LSE) serta Andrew Oswald, seorang profesor ilmu ekonomi dari Warwick University dalam tulisannya menyatakan bahwa perekonomian hanya sedikit berperan dalam diskusi krisis iklim.
Padahal, kekuatan ekonomi menjadi penentu utama dalam mengatasi tantangan emisi karbon dioksida (CO2). Kedua pakar tersebut berpendapat bahwa ekonomi seharusnya memainkan peran penting dalam memandu kerangka kebijakan yang lebih baik. Salah satu kebijakan yang dapat memandu pengurangan krisis iklim adalah instrumen fiskal dalam bentuk pajak lingkungan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah melihat permasalahan krisis iklim ini secara serius. Faktanya, tekanan inflasi yang timbul di berbagai negara dipengaruhi secara signifikan oleh gangguan rantai pasok global akibat krisis iklim, seperti kekeringan, banjir, badai, dan kenaikan permukaan air laut.
Sri Mulyani mengungkapkan Indonesia berpotensi mengalami kerugian ekonomi akibat krisis iklim mencapai Rp112,2 triliun atau 0,5% dari PDB pada 2023. Sementara itu, menurut OECD, pajak lingkungan secara rata-rata menyumbang 6,7% dari jumlah pendapatan pajak di negara-negara anggota OECD. Angka tersebut masih lebih kecil dari pajak perusahaan, individu, atau asuransi sosial. Artinya, pajak lingkungan masih punya peluang besar untuk berkontribusi lebih terhadap penerimaan negara.
Namun, perlu ada kajian mendalam mengenai pengenaan pajak lingkungan ini, terutama pajak energi sebagai salah satu instrumen pelaksananya. Laporan OECD menyebutkan bahwa tarif pajak energi yang tinggi membawa sejumlah konsekuensi. Di antaranya, penurunan permintaan bahan bakar, pengurangan basis pajak, dan penurunan pendapatan. Secara terperinci, pajak energi menyumbang 72% dari pendapatan pajak lingkungan. Kondisi tersebut menjadi dilema bagi banyak negara untuk menerapkan kebijakan pajak lingkungan. Apalagi, pilihan kebijakan tersebut tidak populer di negara berkembang seperti Indonesia.
Mencari Titik Tengah
PERLU analisis kebijakan yang mendalam untuk melihat secara komprehensif dalam menentukan kerangka kebijakan untuk mengatasi permasalahan krisis iklim. Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu meningkatkan pendapatan negara untuk membangun di berbagai sektor.
Sebagai negara penghasil sumber daya tidak terbarukan, Indonesia belum bisa lepas dari ketergantungan terhadap sektor 'energi kotor'. Langkah konkret seharusnya bisa dilakukan pemerintah sebagai pemegang mandat dari rakyat di sistem demokrasi ini.
Salah satu usulan yang dapat diajukan kepada banyak pihak di dalam pemerintahan adalah sustainable tax policy. Skema kebijakan pajak yang bisa disusun adalah melakukan pertukaran antara utang dan hutan atau debt-to-nature swap (Rizal Ramli, 2018). Skema itu diterapkan dalam instrumen perpajakan dengan menukar dirty money ke clean money (tax swap).
Artinya, pajak atas energi kotor menjadi sumber pendapatan utama dalam membangun sektor energi bersih di negara berkembang seperti Indonesia. Penulis memandang ide tersebut menjadi win-win solution bagi negara berkembang yang masih ingin membangun lebih masif lagi di masa depan.
Momentum Pemilu 2024
Pemilu 2024, khusususnya pemilihan presiden menyediakan platform bagi masyarakat untuk mencari kandidat pemimpin yang berani dalam menyerukan diskursus sustainable tax policy. Sebagai generasi muda, penulis melihat bahwa diskursus ini sangat penting agar arah pembangunan Indonesia memiliki pakem yang baik dan relevan dalam isu keberlanjutan dan pengurangan krisis iklim. Tidak hanya itu, sustainable tax policy bisa menjadi warisan yang baik untuk generasi muda yang punya porsi suara dominan.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.