BELANJA perpajakan atau tax expenditure (TE) merupakan suatu bentuk pengeluaran pemerintah dengan memberikan “subsidi” melalui sistem perpajakan. Saat ekonomi melemah, bentuk subsidi secara tidak langsung diyakini dapat menjadi stimulus perilaku ekonomi atau sosial tertentu.
Menurut OECD, karakteristik TE mencakup adanya kontribusi dan manfaat, memiliki suatu maksud dan tujuan jelas melalui kebijakan publik, memiliki suatu patokan khusus (tax benchmark) yang jelas, serta memiliki opsi perubahan ketentuan pajak atau adanya ketentuan lain dalam sistem pajak yang dapat mengimbangi dampak dari TE tersebut.
Di Indonesia sendiri, definisi tax expenditure yang dirasa tepat mencakup adanya ketentuan khusus, memiliki relevansi yang jelas, menyasar pada kelompok atau individu tertentu, serta memengaruhi jumlah penerimaan pajak (Darussalam dan Kristiaji, 2014).
Adapun tujuan kebijakan TE di Indonesia terbagi ke dalam empat sasaran utama, yakni mendukung dunia bisnis, meningkatkan iklim investasi, mengembangkan usaha mikro kecil menengah (UMKM), serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tabel berikut merangkum proporsi TE terhadap PDB di berbagai negara pada periode 2016-2018. Negara-negara tersebut merupakan negara yang tergabung dalam Inter-American Center of Tax Administrations (CIAT), sebuah organisasi nirlaba internasional yang menyediakan pendampingan teknis untuk modernisasi dan penguatan administrasi perpajakan.
Tabel di atas memperlihatkan Amerika Serikat, Kanada, Kolombia, serta Portugal merupakan negara-negara yang mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk tax expenditure, yakni berada di atas kisaran 6% terhadap PDB pada 2018.
Sementara itu, negara-negara seperti India, Maroko, dan Spanyol hanya mengalokasikan belanja perpajakan dibawah 3% dari PDB.
Sepanjang tahun 2016-2018, setengah dari negara-negara dalam tabel tersebut mengalami tren penurunan belanja perpajakan. Negara-negara yang dimaksud antara lain Amerika Serikat, Cile, India, Italia, Maroko, dan Republik Dominika.
Tren penurunan belanja perpajakan tertinggi dialami oleh Amerika Serikat, yang mencapai hampir 12%. Walau demikian, proporsi belanja perpajakan di Amerika Serikat masih terbilang cukup tinggi, yakni sebesar 6,7% terhadap PDB.
Sebagai perbandingan, nilai estimasi belanja perpajakan pada 2018 di Indonesia, berdasarkan laporan belanja perpajakan tahun 2018, mencapai 221,1 triliun rupiah atau sekitar 1,49% dari PDB.
Namun, besarnya belanja perpajakan di suatu negara belum tentu menjamin terciptanya manfaat yang sepadan. Kapasitas fiskal dan tingkat kepatuhan wajib pajak di masing-masing negara dapat menjadi suatu indikator dalam mengukur dampak dari belanja perpajakan terhadap masyarakat.
Selain itu, besaran tersebut tidak serta-merta menjadi suatu perbandingan yang apple to apple. Adanya perbedaan definisi ataupun metode dalam mengestimasi besaran TE di masing-masing negara akan menghasilkan proporsi yang juga berbeda.
Terlebih, jumlah dari pos-pos jenis pajak yang dikategorikan sebagai TE juga berbeda di tiap-tiap negara. Alhasil, perlu dilakukan evaluasi secara detail dan menyeluruh agar kontribusi maupun manfaat TE tidak dilihat hanya pada proporsinya terhadap besaran ekonomi suatu negara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.