STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Kriteria Penentuan Wajib Pajak Besar di Negara-Negara Asia dan Pasifik

Muhamad Wildan | Selasa, 07 Juni 2022 | 18:00 WIB
Kriteria Penentuan Wajib Pajak Besar di Negara-Negara Asia dan Pasifik

WAJIB pajak besar atau large taxpayer merupakan pembayar pajak yang dikategorikan memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan pajak pada suatu yurisdiksi. Tidaklah mengherankan apabila otoritas pajak menaruh perhatian besar terhadap wajib pajak tersebut.

Berdasarkan catatan Asian Development Bank (ADB), mayoritas otoritas pajak di berbagai negara Asia dan Pasifik bahkan telah mendirikan large taxpayer office (LTO) untuk mengelola para wajib pajak dengan skala ekonomi besar tersebut.

Terdapat beberapa faktor yang membuat otoritas pajak di berbagai yurisdiksi memutuskan untuk mendirikan unit khusus guna menangani wajib pajak besar.

Pertama, wajib pajak besar memiliki kontribusi yang besar terhadap penerimaan, baik itu pajak yang dibayarkan wajib pajak besar sendiri maupun withholding tax yang mereka potong.

Di Bangladesh, setoran pajak dari wajib pajak besar sudah mencapai 29% dari total penerimaan pajak. Sementara itu, di Papua Nugini tercatat setoran pajak dari wajib pajak besar mencapai 95% dari total penerimaan pajak.

Kedua, wajib pajak besar memiliki struktur bisnis yang kompleks dan memerlukan perhatian khusus. Ketiga, wajib pajak besar memiliki risiko kepatuhan yang lebih besar. Keempat, wajib pajak besar biasanya memiliki staf yang secara khusus bertugas mengurus kewajiban perpajakan perusahaan.

Dalam menentukan wajib pajak masuk dalam kategori wajib pajak besar dan diadministrasikan di LTO, terdapat beberapa kriteria yang dipertimbangkan otoritas pajak seperti jumlah aset, penghasilan, omzet, nilai pajak yang dibayar, jumlah karyawan, sektor, dan lain sebagainya.


Berdasarkan catatan ADB, mayoritas negara-negara Asia dan Pasifik menggunakan omzet sebagai indikator untuk menentukan wajib pajak tergolong sebagai wajib pajak besar.

Namun demikian, mayoritas otoritas pajak di negara Asia dan Pasifik mendirikan LTO hanya untuk mengelola dan mengawasi kepatuhan wajib pajak besar yang merupakan korporasi, bukan orang kaya atau high net worth individual (HNWI).

Per 2018, ADB mencatat terdapat 6 yurisdiksi yang memiliki unit khusus untuk mengadministrasikan wajib pajak HNWI, yaitu Australia, Indonesia, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, dan Papua Nugini. Di Indonesia dan Malaysia, wajib pajak orang pribadi yang merupakan HNWI dikelola oleh LTO.

Walau mayoritas otoritas pajak belum memiliki unit khusus untuk mengelola HNWI, sekitar 40% mengakui wajib pajak HNWI memiliki risiko kepatuhan yang tergolong tinggi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra