WAJIB pajak besar atau large taxpayer merupakan pembayar pajak yang dikategorikan memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan pajak pada suatu yurisdiksi. Tidaklah mengherankan apabila otoritas pajak menaruh perhatian besar terhadap wajib pajak tersebut.
Berdasarkan catatan Asian Development Bank (ADB), mayoritas otoritas pajak di berbagai negara Asia dan Pasifik bahkan telah mendirikan large taxpayer office (LTO) untuk mengelola para wajib pajak dengan skala ekonomi besar tersebut.
Terdapat beberapa faktor yang membuat otoritas pajak di berbagai yurisdiksi memutuskan untuk mendirikan unit khusus guna menangani wajib pajak besar.
Pertama, wajib pajak besar memiliki kontribusi yang besar terhadap penerimaan, baik itu pajak yang dibayarkan wajib pajak besar sendiri maupun withholding tax yang mereka potong.
Di Bangladesh, setoran pajak dari wajib pajak besar sudah mencapai 29% dari total penerimaan pajak. Sementara itu, di Papua Nugini tercatat setoran pajak dari wajib pajak besar mencapai 95% dari total penerimaan pajak.
Kedua, wajib pajak besar memiliki struktur bisnis yang kompleks dan memerlukan perhatian khusus. Ketiga, wajib pajak besar memiliki risiko kepatuhan yang lebih besar. Keempat, wajib pajak besar biasanya memiliki staf yang secara khusus bertugas mengurus kewajiban perpajakan perusahaan.
Dalam menentukan wajib pajak masuk dalam kategori wajib pajak besar dan diadministrasikan di LTO, terdapat beberapa kriteria yang dipertimbangkan otoritas pajak seperti jumlah aset, penghasilan, omzet, nilai pajak yang dibayar, jumlah karyawan, sektor, dan lain sebagainya.
Berdasarkan catatan ADB, mayoritas negara-negara Asia dan Pasifik menggunakan omzet sebagai indikator untuk menentukan wajib pajak tergolong sebagai wajib pajak besar.
Namun demikian, mayoritas otoritas pajak di negara Asia dan Pasifik mendirikan LTO hanya untuk mengelola dan mengawasi kepatuhan wajib pajak besar yang merupakan korporasi, bukan orang kaya atau high net worth individual (HNWI).
Per 2018, ADB mencatat terdapat 6 yurisdiksi yang memiliki unit khusus untuk mengadministrasikan wajib pajak HNWI, yaitu Australia, Indonesia, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, dan Papua Nugini. Di Indonesia dan Malaysia, wajib pajak orang pribadi yang merupakan HNWI dikelola oleh LTO.
Walau mayoritas otoritas pajak belum memiliki unit khusus untuk mengelola HNWI, sekitar 40% mengakui wajib pajak HNWI memiliki risiko kepatuhan yang tergolong tinggi. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.