Ketua KAPj-IAI sekaligus Tenaga Pengkaji Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia DJP John Hutagaol.
JAKARTA, DDTCNews - Kompartemen Akuntan Perpajakan Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj-IAI) menggelar Regular Tax Discussion (RTD) dengan mengangkat topik penerapan arm's length principle (ALP) dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam PMK 172/2023.
Ketua KAPj-IAI sekaligus Tenaga Pengkaji Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia DJP John Hutagaol menyebut PMK 172/2023 merupakan kodifikasi dari peraturan-peraturan sebelumnya, yakni PMK 213/2016, PMK 49/2019, dan PMK 22/2020.
"Kodifikasi peraturan tersebut dilakukan sebagai upaya dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penerapan aturan terkait penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha," katanya, dikutip pada Minggu (25/2/2024).
Menurut John, ada beberapa poin dalam PMK 172/2023 yang perlu diperhatikan. Pertama, perluasan perluasan penerapan ALP dan hubungan istimewa. Kedua, penegasan bahwa tidak terdapat perbedaan perlakuan penerapan ALP antara transaksi transfer pricing domestik maupun cross border.
Ketiga, penegasan kembali atas penyesuaian-penyesuaian sehubungan dengan temuan pemeriksaan seperti primary adjustment, secondary adjustment, dan corresponding adjustment. Keempat, perubahan penetapan threshold atas CbCR.
Kelima, penerapan ALP atas PPN. Keenam, jangka waktu kewajiban penyampaian TP Doc. Ketujuh, surat keputusan persetujuan bersama. Kedelapan, APA multilateral. Kesembilan, pengurangan sanksi administratif atas roll-back APA.
Sementara itu, Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan PMK 172/2023 diterbitkan guna memberikan kepastian hukum terkait penerapan ALP. Dalam PMK tersebut ditegaskan kembali definisi-definisi khusus terkait transfer pricing.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional IV DJP Didit Hariyanto menambahkan PMK 172/2023 turut memerinci ketentuan tahapan pendahuluan atas sejumlah transaksi afiliasi.
Tahapan pendahuluan dipandang perlu untuk membuktikan manfaat yang diterima wajib pajak atas transaksi afiliasi yang dilakukan.
Dalam PMK 172/2023, manfaat yang harus dibuktikan dalam tahapan pendahuluan antara lain peningkatan penjualan, penurunan biaya, perlindungan atas posisi komersial, atau pemenuhan kebutuhan kegiatan komersial lainnya termasuk untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Bila tahapan pendahuluan tidak dilakukan, wajib pajak dianggap tidak menerapkan PKKU.
Didit meyakini PMK 172/2023 dapat meminimalisasi sengketa transfer pricing yang berkepanjangan antara wajib pajak dan otoritas. Dia juga berharap RTD kali ini dapat memberikan pemahaman bagi para wajib pajak serta praktisi perpajakan, khususnya dalam bidang transfer pricing. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.