Ilustrasi.
MANAMA, DDTCNews – Sejumlah anggota parlemen di Bahrain mengusulkan kerajaan untuk menghentikan kegiatan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) menyusul adanya lonjakan inflasi belakangan ini.
Anggota parlemen Mahmood Al-Bahrani mengatakan kegiatan pemungutan PPN dengan tarif 10% perlu ditangguhkan untuk sementara waktu guna menekan dampak inflasi terhadap daya beli masyarakat.
"PPN 10% membebani seluruh lapisan masyarakat di negara ini, apalagi di tengah harga komoditas yang meningkat akibat Covid-19 dan konflik Rusia dan Ukraina," katanya, dikutip pada Kamis (19/5/2022).
Bahrain sesungguhnya telah mengucurkan bantuan langsung tunai senilai BHD55 atau kurang lebih Rp2,14 juta, BHD77 atau Rp3 juta, dan BHD100 atau Rp3,9 juta kepada keluarga dengan penghasilan di bawah BHD1.000 atau Rp39 juta.
Menurut Al-Bahrani, stimulus tersebut tidak banyak membantu masyarakat karena belum mampu mengimbangi laju inflasi. Dia pun mengusulkan agar nilai bantuan langsung tunai ditingkatkan hingga 2 kali lipat.
"Faktanya, harga-harga barang telah meningkat 4 kali lipat. Penghasilan masyarakat justru stagnan dalam 14 tahun terakhir," ujarnya seperti dilansir zawya.com.
Untuk diketahui, tarif PPN pada tahun-tahun sebelumnya adalah sebesar 5%. Per 1 Januari 2022, tarif ditingkatkan 2 kali lipat menjadi 10% guna menekan defisit anggaran.
Sejak 2019, Bahrain tercatat mendapatkan dukungan pembiayaan dari negara tetangganya, yaitu Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Bahrain telah berkomitmen untuk melakukan reformasi fiskal agar pinjaman dari negara-negara tersebut tetap berlanjut. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.