Ilustrasi.
RIO DE JANEIRO, DDTCNews - Negara-negara G-20 tidak mencapai kesepakatan atas usulan pemberlakuan pajak kekayaan sebesar 2% atas miliarder global.
Dalam dokumen bertajuk The Rio de Janeiro G20 Ministerial Declaration on International Tax Cooperation, negara-negara G-20 hanya berkomitmen menjalin kerja sama dalam rangka memajaki orang-orang terkaya di dunia atau ultra-high-net-worth individuals (UHNWI).
"Kerja sama dimaksud bisa berupa pertukaran best practice, mendorong debat seputar prinsip perpajakan, merancang regulasi antipenghindaran pajak, dan menangani harmful tax practices," bunyi dokumen tersebut, dikutip pada Minggu (28/7/2024).
Menurut negara-negara G-20, penghindaran pajak secara agresif dan pengelakan pajak oleh UHNWI telah mengurangi progresivitas sistem perpajakan. Hal ini berakibat pada merosotnya keadilan dalam sistem pajak.
"Tidak seorang pun boleh menghindar dari kewajiban pajak. Oleh karena itu, upaya yang lebih diperlukan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap kewajiban pajak dalam negeri," tulis G-20 dalam deklarasinya.
Negara-negara G-20 berkomitmen untuk membahas isu-isu dimaksud di forum G-20 ataupun forum relevan lainnya.
"Kami mendorong Inclusive Framework untuk mempertimbangankan penanganan isu-isu ini dalam konteks kebijakan pajak progresif yang efektif," sebut G-20 dalam deklarasinya.
Sebagai informasi, kabar mengenai tidak tercapainya kesepakatan atas wacana pengenaan pajak kekayaan secara global dengan tarif 2% telah diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani menuturkan usulan pajak kekayaan itu muncul sebagai respons atas sulitnya pengenaan pajak atas orang-orang super kaya. Bila dibiarkan, penghindaran pajak oleh orang super kaya akan menimbulkan erosi penerimaan pajak dan kecemburuan sosial.
Meski demikian, konsensus atas wacana tersebut belum berhasil dicapai. "G-20 masih belum sepakat mengenai langkah terkait hal ini," ujar Sri Mulyani.
Salah satu negara yang aktif menolak pengenaan pajak kekayaan secara global adalah Amerika Serikat (AS). Menurut Menteri Keuangan AS Janet Yellen, pengenaan pajak kekayaan secara global dengan tarif 2% berpotensi sulit dikoordinasikan.
"Kebijakan pajak sangatlah sulit untuk dikoordinasikan secara global. Kami tidak melihat adanya kebutuhan untuk membahas kesepakatan global terkait hal tersebut [pajak kekayaan]," ujar Yellen di sela-sela agenda pertemuan para menteri keuangan negara-negara G-20.
Sementara itu, yurisdiksi-yurisdiksi yang mendukung pengenaan pajak kekayaan tersebut antara lain Brasil, Prancis, Spanyol, Afrika Selatan, Kolombia, hingga African Union.
Bila diberlakukan, pajak kekayaan global akan dikenakan terhadap 3.000 miliarder global dan akan menghasilkan tambahan penerimaan pajak senilai US$200 miliar hingga US$250 miliar per tahun bagi yurisdiksi yang berhak. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.