TIPS PAJAK

Cara Ajukan Permohonan Pembebasan Pajak Penghasilan Potput

Redaksi DDTCNews | Jumat, 27 Agustus 2021 | 15:00 WIB
Cara Ajukan Permohonan Pembebasan Pajak Penghasilan Potput

SELAIN self assessment system, Indonesia juga menganut withholding tax system (WHT). WHT merupakan sebuah sistem dengan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan pemotongan dan/ atau pemungutan (potput) pajak kepada negara.

WHT diadopsi guna mengamankan penerimaan negara sehingga setiap transaksi dengan objek pajak penghasilan (PPh) akan langsung dipotong dan/atau dipungut oleh pihak lain yang ditunjuk berdasarkan ketentuan perpajakan.

Namun, wajib pajak dalam kondisi khusus dapat mengajukan permohonan pembebasan potput PPh oleh pihak lain kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-21/PJ/2014.

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Nah, DDTCNews kali ini akan menjelaskan cara mengajukan pembebasan potput PPh. Setidaknya terdapat 3 jenis kondisi wajib pajak dapat mengajukan pembebasan potput tersebut. Pertama, tidak terutang PPh karena mengalami kerugian fiskal.

Kerugian fiskal dapat terjadi dengan alasan usaha yang dijalankan wajib pajak masih baru dan dalam tahap investasi, belum sampai tahap produksi komersial, atau mengalami force majeure.

Pembebasan potput bagi wajib pajak yang mengalami kerugian fiskal sesuai dengan asas convenience dalam pemungutan pajak. Asas convenience menyatakan pemungutan pajak seharusnya dilakukan saat wajib pajak dalam kondisi yang menyenangkan atau tidak kesulitan.

Baca Juga:
PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Untuk dapat mengajukan permohonan pembebasan potput, wajib pajak tersebut harus menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir sebelum tahun diajukan permohonan, kecuali wajib pajak masih baru berdiri dan dalam tahap investasi.

Kedua, tidak akan terutang PPh karena memiliki hak untuk melakukan kompensasi kerugian fiskal. Dalam hal ini, wajib pajak dapat memberikan bukti berupa perhitungan kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang dapat dikompensasikan dalam SPT Tahunan PPh; Surat Ketetapan Pajak (SKP); Surat Keputusan Keberatan; Putusan Banding; atau Putusan Peninjauan Kembali.

Ketiga, tidak akan terutang PPh karena wajib pajak dapat membuktikan PPh yang telah dibayar ternyata lebih besar dari PPh yang akan terutang.

Baca Juga:
Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Keempat, wajib pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak final juga dapat mengajukan permohonan pembebasan potput PPh yang dapat dikreditkan kepada dirjen pajak.

Untuk diperhatikan, permohonan pembebasan potput PPh oleh wajib pajak dengan empat kondisi tertentu yang telah dijelaskan sebelumnya tersebut, tidak berlaku terhadap potput PPh yang bersifat final.

Lebih lanjut, wajib pajak dapat melakukan pengajuan secara tertulis kepada Kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar. Permohonan diajukan untuk setiap potput PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 22 impor, dan/atau Pasal 23 dengan memakai formulir dalam Lampiran I PER-1/PJ/2011.

Baca Juga:
9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Jangan lupa, wajib pajak juga harus melampirkan perhitungan PPh yang diperkirakan akan terutang untuk tahun pajak diajukannya permohonan.

Setelah itu, kepala KPP akan memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 5 hari sejak permohonan diterima secara lengkap. Keputusan kepala KPP dapat berupa Surat Keterangan Bebas (SKB) bila diterima atau surat penolakan permohonan SKB bila ditolak.

Apabila kepala KPP masih belum memberikan keputusan, permohonan wajib pajak secara otomatis dianggap diterima. Kepala KPP harus menerbitkan SKB dalam jangka waktu 2 hari setelah jangka waktu pemberian keputusan berakhir.

Permohonan tidak berlaku atas potput PPh final. Namun, wajib pajak yang penerimaannya hanya dikenakan PPh final dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang dapat dikreditkan kepada DJP. (vallen/rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?