LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Bonus Demografi untuk Mengejar Tax Ratio yang Ideal, Mungkinkah?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 12 Oktober 2023 | 11:53 WIB
Bonus Demografi untuk Mengejar Tax Ratio yang Ideal, Mungkinkah?

Riswanto,
Jakarta Selatan, DKI Jakarta

SAAT ini Indonesia memasuki era bonus demografi, dengan jumlah penduduk usia produktif yang jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk usia nonproduktif. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), bonus demografi Indonesia berlangsung selama 2020–2035.

Saat ini, Indonesia bertengger di posisi keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. World Population Review mencatat jumlah penduduk RI saat ini 276,6 juta jiwa, lebih banyak ketimbang populasi pada 2022 yang sejumlah 275,5 juta jiwa. Angka tersebut sejalan dengan pencatatan yang dilakukan BPS, yakni 275,77 juta jiwa penduduk Indonesia pada 2022.

Jika dibedah, sebanyak 190,98 juta penduduk atau 69,25% dari total populasi Indonesia masuk ke dalam kategori usia produktif (usia 15–64 tahun); sedangkan 84,8 juta jiwa atau 30,75% tergolong usia tidak produktif. Kondisi ini dinilai menguntungkan karena populasi penduduk Indonesia didominasi oleh masyarakat yang berusia produktif (Tifatul Sembiring, 2014).

Besarnya angka populasi Indonesia bisa memberikan manfaat yang luar biasa besar jika dilihat dari kacamata perpajakan. Peningkatan populasi semestinya linier dengan bertambahnya wajib pajak. Pada akhirnya, potensi penerimaan pajak juga ikut meningkat. Hal ini secara sederhana bisa tercermin pada rasio perpajakan atau tax ratio.

Tax ratio merupakan gambaran perbandingan antara penerimaan pajak yang dikumpulkan dalam satu periode fiskal dengan produk domestik bruto (PDB) pada periode yang sama. Di Indonesia, perhitungan tax ratio menganut 2 pemahaman. Pertama, tax ratio dalam arti sempit yaitu dengan melaksanakan perhitungan penerimaan perpajakan dari pemerintah pusat yang meliputi pajak, kepabeanan, dan cukai. Kedua, dalam arti luas yaitu menggunakan perhitungan dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

Pada 2022 lalu, Kementerian Keuangan mencatat tax ratio Indonesia sebesar 10,4%. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 9,11%. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menjelaskan peningkatan kinerja tax ratio tidak lepas dari implementasi UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid tersebut melahirkan sejumlah kebijakan baru, di antaranya penambahan tax bracket PPh Pasal 21 sebesar 35%, kenaikan tarif PPN sebesar 11%, dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Idealnya, Indonesia harus memiliki tax ratio 15% agar bisa mendanai seluruh program pembangunannya sendiri (Kemenkeu, 2022). Dengan begitu, program-program pembangunan pemerintah juga bisa berjalan secara berkelanjutan. Dengan begitu, bisa disimpulkan bahwa kinerja tax ratio Indonesia masih jauh dari ideal.

Pertanyaannya, apakah bonus demografi bisa membawa Indonesia memiliki tax ratio yang ideal?

Penulis berpandangan bahwa bonus demografi berpotensi memberikan keuntungan ekonomi bagi Indonesia jika SDM usia produktif memiliki kualitas yang mumpuni dan kompetitif. Jika kualitas SDM Indonesia bisa ditingkatkan, penerimaan negara berpeluang melonjak dan berujung pada peningkatan penerimaan pajak.

Namun, peningkatan tax ratio perlu dibarengi dengan perbaikan kepatuhan dan kesadaran pajak. Untuk itu, diperlukan upaya masif untuk memberikan edukasi perpajakan bagi masyarakat. Tak cuma edukasi saja, pemerintah juga perlu membangun kepercayaan dari wajib pajak. Kepercayaan di sini maksudnya adalah pemahaman penuh dari masyarakat bahwa uang pajak yang dibayarkan memang dimanfaatkan untuk program pembangunan yang bermanfaat bagi khalayak.

Menghapus Persepsi Korupsi dan Meningkatkan Edukasi Pajak

MENGHILANGKAN persepsi masyarakat soal korupsi yang dilakukan pemerintah bukan perkara mudah. Hal ini menjadi pekerjaan rumah terberat pemerintah, apalagi jika temuan-temuan atas tindak pidana korupsi terus saja bermunculan.

Ingatan masyarakat belum luput dari perilaku korupsi yang dilakukan oleh seorang oknum petugas pajak, yaitu Gayus Tambunan pada 2010. Belum lama ini, masyarakat kembali dihadapkan pada kasus dugaan tindak pidana pencucian uang yang menyeret tersangka Rafael Alun Trisambodo yang juga eks pegawai pajak.

Pemerintah perlu menyadari bahwa tindakan-tindakan korupsi dari oknum pegawai pajak bisa menggerus kepercayaan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi kewajiban perpajakannya. Imbas buruk lainnya, ada potensi penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak.

Melihat fenomena di atas, otoritas pajak perlu meluruskan kembali persepsi masyarakat tentang uang pajak. Pemerintah perlu memastikan bahwa penerimaan pajak memang digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk memperkaya pihak tertentu.

Penyelenggaran pemilu pada 2024 mendatang bisa menjadi momentum emas bagi pemerintah—melalui calon presiden dan wakil presiden masa depan—untuk menumbuhkan kembali rasa percaya dari masyarakat. Gagasan-gagasan tentang pajak perlu ditempatkan dalam janji-janji politik yang disampaikan oleh kandidat pilpres, terutama mengenai komitmen untuk memberantas korupsi.

Lebih jauh, edukasi perpajakan yang efektif dan efisien perlu dilakukan secara terencana dan berkelanjutan supaya tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Edukasi akan kesadaran pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antarnya dengan sosialisasi langsung secara tatap muka atau daring.

Edukasi pajak ini diperlukan lantaran peraturan perundang-undangan perpajakan sangatlah dinamis. Perubahan ketentuan perpajakan yang terjadi, terkadang menyulitkan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Karenanya, otoritas pajak perlu lebih gencar memberikan edukasi pajak melalui seminar atau pertemuan daring.

Strategi tersebut diharapkan bisa menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap instansi pajak. Dengan begitu, penerimaan pajak bisa dioptimalkan seiring dengan era bonus demografi. Ujung-ujungnya, tax ratio bisa dicapai dan Indonesia menjadi negara yang mandiri dalam menjalankan pembangunan dan menyejahterakan rakyatnya.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN