Rinaldi Adam Firdaus
,PERKENALKAN, saya Shinta. Saya merupakan staf pajak perusahaan yang bergerak di sektor industri pariwisata. Saat ini, perusahaan kami sedang berencana untuk membeli rumah beserta tanahnya yang berlokasi di salah satu kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata di Indonesia. Adapun nilai pembelian rumah beserta tanah tersebut ditaksir mencapai Rp40 miliar.
Sebagai informasi, pihak penjual merupakan badan usaha yang memiliki surat penetapan untuk mengelola KEK pariwisata. Pertanyaan saya, apakah pembelian tersebut merupakan objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah? Jika iya, apakah terdapat fasilitas PPh Pasal 22 tersebut dan bagaimana mekanisme pengajuannya? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Shinta, DKI Jakarta.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Shinta. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP).
Sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) huruf c dan ayat (2) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, menteri keuangan dapat menetapkan wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Adapun dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri keuangan (PMK).
Saat ini, PMK yang berlaku merujuk pada PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah s.t.d.d PMK 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No. 253/PMK.03/2008 (PMK 253/2008 s.t.d.d PMK 92/2019).
Berdasarkan pada Pasal 1 ayat (2) huruf c PMK 253/2008 s.t.d.d PMK 92/2019, dapat diketahui bahwa rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 m2 termasuk dalam pengertian dari barang yang tergolong sangat mewah.
Merujuk pada Pasal 2 ayat (1) huruf a PMK 253/2008 s.t.d.d PMK 92/2019, dapat diketahui besaran tarif PPh yang dikenakan yaitu sebesar 1% dari harga jual tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) atas rumah beserta tanahnya. Simak ‘Sah, Pemerintah Pangkas Pajak Hunian Sangat Mewah Jadi 1%’.
Oleh karena itu, berdasarkan pada penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelian rumah beserta tanah yang akan dilakukan oleh perusahaan Ibu pada dasarnya merupakan objek PPh Pasal 22 yang akan dipungut oleh lawan transaksi perusahaan Ibu sebagai wajib pajak badan yang melakukan penjualan.
Selanjutnya, kita merujuk pada Pasal 64 PMK No. 237/PMK.010/2020 tentang Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai Pada Kawasan Ekonomi Khusus s.t.d.d PMK No. 33/PMK.010/2021 tentang Perubahan atas PMK No. 237/PMK.010/2020 (PMK 237/2020 s.t.d.d PMK 33/2021).
Dalam beleid tersebut dijelaskan bahwa transaksi pembelian rumah beserta tanah yang dilakukan oleh perusahaan Ibu merupakan salah satu jenis tambahan fasilitas perpajakan di KEK pariwisata.
Adapun fasilitas tersebut berupa pembebasan pajak penghasilan atas pembelian rumah beserta tanah di KEK pariwisata yang diberikan melalui penerbitan surat keterangan bebas (SKB). Simak ‘Syarat Dapatkan SKB PPh atas Penjualan Rumah Mewah di KEK Pariwisata’.
Untuk memperoleh SKB tersebut, kita perlu merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-8/PJ/2023 tentang Tata Cara Pengecualian Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya dan Pembebasan dari Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penjualan Rumah Tinggal atau Hunian yang Tergolong Sangat Mewah di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata (PER-8/2023).
Sesuai dengan Pasal 12 dan Pasal 13 PER-8/2023, terdapat beberapa persyaratan dan langkah yang perlu dilakukan oleh perusahaan Ibu untuk memperoleh SKB tersebut. Pertama, perlu mengajukan permohonan SKB untuk setiap pembelian rumah beserta tanah yang tergolong sangat mewah dan berlokasi di KEK pariwisata.
Kedua, perusahaan Ibu telah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan untuk 2 tahun pajak terakhir dan/atau SPT Masa PPN untuk 3 masa pajak terakhir.
Ketiga, perusahaan Ibu tidak mempunyai utang pajak untuk semua jenis pajak atau mempunyai utang pajak tetapi atas keseluruhan utang pajak tersebut telah mendapatkan izin untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak.
Keempat, permohonan dilampiri dengan surat keputusan mengenai penetapan penjual sebagai badan usaha untuk membangun dan/atau mengelola KEK pariwisata serta surat pernyataan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran G PER-8/2023.
Kelima, permohonan beserta dokumen persyaratan diajukan secara tertulis ke kantor pelayanan pajak tempat perusahaan Ibu terdaftar. Simak ‘Bertambah, Jenis Insentif Pajak pada Fitur Permohonan di DJP Online’.
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.