Pertanyaan:
NAMA saya Sodikin, seorang staf keuangan pada salah satu perusahaan yang berlokasi di Jakarta. Untuk memudahkan penjelasan, perusahaan tempat saya bekerja selanjutnya akan disebut sebagai PT A. Baru-baru ini, sebagian saham kami dijual kepada X Co yang berdomisili di Amerika Serikat (AS) dan tidak memiliki bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Sebagai pemegang saham, X Co akan menerima dividen dari PT A. Dalam aspek perpajakan, bagaimana ketentuan pemotongan pajak penghasilan (PPh) atas pembayaran dividen ke X Co? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Sodikin atas pertanyaan yang diajukan. Dalam kasus yang disampaikan oleh Bapak Sodikin, X Co yang berdomisili di AS menerima penghasilan berupa dividen dari PT A yang berdomisili di Indonesia. Dari transaksi tersebut dapat diketahui adanya skema pembayaran dividen kepada wajib pajak luar negeri (WPLN).
Berdasarkan pada Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d UU HPP tertulis:
“(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. dividen”
Sesuai dengan muatan materi tersebut, dividen yang diterima oleh X Co selaku WPLN merupakan objek PPh Pasal 26 dan dikenakan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto. Namun, antara Indonesia dan AS memiliki persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty yang digunakan untuk mengatur hak pemajakan setiap negara dalam rangka meminimalisasi pemajakan berganda serta upaya penghindaran pajak.
Adapun ketentuan P3B bersifat spesialis terhadap ketentuan perpajakan domestik. Berdasarkan pada prinsip ‘lex specialis derogat legi generali’, kedudukan P3B lebih diutamakan daripada ketentuan perpajakan domestik. Oleh karena itu, ketentuan P3B dapat membatasi hak pemajakan yang sebenarnya telah diatur dalam ketentuan domestik negara bersangkutan.
Merujuk pada Pasal 11 ayat (1) P3B Indonesia-AS tentang Dividen tercantum sebagai berikut.
“(1) Dividends derived from sources within one of the Contracting State by a resident of the other Contracting State may be taxed by both Contracting State.”
Pasal 11 ayat (1) P3B Indonesia-AS tentang Dividen mengatur mengenai hak pemajakan setiap negara terkait. Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa pemajakan atas dividen dapat dilakukan oleh kedua negara tersebut. Dengan begitu, baik Indonesia maupun AS berhak melakukan pemajakan atas dividen yang diterima oleh X Co.
Kemudian, pada Pasal 11 ayat (2) P3B Indonesia-AS tentang Dividen berbunyi:
“(2) However, if the beneficial owner of the dividend is a resident of the other Contracting State, the tax charged by the first-mentioned State may not exceed:
Dari ketentuan tersebut dapat diketahui terdapat 2 ketentuan batasan hak pemajakan negara sumber (negara tempat sumber penghasilan berasal) terhadap dividen. Adapun dalam kasus ini yang menjadi negara sumber adalah Indonesia.
Jika X Co memiliki saham PT A paling sedikit 25%, dividen yang dikenakan oleh negara sumber tidak boleh melebihi 10%. Selain kondisi tersebut, negara sumber berhak mengenakan PPh paling tinggi sebesar 15% dari jumlah bruto.
Namun, ketentuan tersebut menjadi tidak berlaku jika X Co memiliki BUT di Indonesia dan pembayaran dividen kepada X Co memiliki hubungan efektif dengan BUT yang dimilikinya di Indonesia. Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 11 ayat (3) P3B Indonesia-AS tentang Dividen, yaitu:
“(3) Paragraph 2 shall not apply if the recipient of the dividends, being a resident of one of the Contracting States, has a permanent establishment or fixed base in the other Contracting State and the shares with respect to which the dividends are paid are effectively connected with such permanent establishment or fixed base. In such a case the provisions of Article 8 (Business Profits) or Article 15 (Independent Personal Services) shall apply.”
Namun, dalam kasus Bapak Sodikin, X Co diketahui tidak memiliki BUT di Indonesia sehingga dapat merujuk pada ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) P3B Indonesia-AS tentang Dividen. Pada ketentuan pajak domestik Indonesia (PPh Pasal 26), penghasilan dividen yang diterima oleh X Co akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto.
Sementara itu, jika merujuk ketentuan P3B, PPh yang dapat dipotong oleh Indonesia atas dividen tidak boleh melebihi 10% hingga 15% dari jumlah bruto. Artinya, PT A hanya perlu memotong PPh sebesar 10% atau 15% sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku atas pembayaran dividen kepada X Co.
Namun, tidak semua WPLN yang menerima dividen dapat memanfaatkan P3B. Sesuai dengan PER-25/PJ/2018, setidaknya terdapat lima persyaratan yang harus dipenuhi oleh X Co sebagai WPLN untuk dapat menggunakan P3B. Pertama, penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri (SPDN) Indonesia.
Kedua, penerima penghasilan merupakan SPDN dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Ketiga, tidak terjadi penyalahgunaan P3B. Keempat, penerima penghasilan merupakan beneficial owner yang dipersyaratkan dalam P3B. Kelima, penerima penghasilan memiliki surat keterangan domisili (SKD) yang memenuhi persyaratan administrasi.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi hadir setiap guna menjawab pertanyaan terkait perpajakan yang dapat diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.