PENEGAKAN kepatuhan pajak dilakukan otoritas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kewajiban pajaknya.
Langkah tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan pajak yang menjadi sumber pendapatan negara dalam membiayai pembangunan. Namun, penegakan kepatuhan pajak juga berisiko menjadi distorsi kebijakan yang akan menjauhkan otoritas dari harapan hasil ideal.
Penegakan kepatuhan pajak disinyalir dapat membatasi penghindaran pajak yang berdampak langsung pada tarif efektif pajak suatu perusahaan, biaya administrasi pajak, serta tren peningkatan perbedaan penegakan kepatuhan pajak yang didasarkan oleh besarnya perusahaan.
Studi kuantitatif yang ditulis oleh peneliti dari World Bank dan Harvard yang berjudul ‘Size-dependent Tax Enforcement and compliance: Global Evidence and Aggregate Implications’ membahas perbedaan penegakan kepatuhan pajak berbasis pada skala perusahaan serta konsekuensi makroekonomi yang ditimbulkan perusahaan tersebut.
Dalam 20 tahun terakhir, terdapat lebih dari 70 negara yang mengadopsi unit penegakan khusus terhadap wajib pajak besar. Di sisi lain, beberapa negara juga mengadopsi kebijakan penegakan pajak yang menargetkan UMKM.
Melihat hal tersebut, perlu dibuktikan dengan sebuah penelitian, apakah ada pengaruh dari skala perusahaan terhadap prioritas penegakan kepatuhan pajak oleh otoritas pajak yang berwenang.
Dalam melakukan analisis empiris, studi tersebut menggunakan data dari World Bank Enterprise Surveys (WBES) yang berisi data tingkat perusahaan atas laporan pemeriksaan pajak dan kepatuhan pajak dari 125 ribu perusahaan di 140 negara (termasuk Indonesia). Rentang data yang digunakan di penelitian tersebut adalah dari 2003 sampai 2015.
Mekanisme identifikasi perusahaan menggunakan peringkat dari rata-rata skala perusahaan di suatu industri di Amerika serikat sebagai acuan peringkat skala dari industri yang sama di negara-negara berkembang. Dalam studi tersebut, besar-kecilnya perusahaan ditentukan oleh jumlah karyawan, kemungkinan perusahaan tersebut mendapatkan pemeriksaan pajak, serta nilai kepatuhan.
Lebih lanjut, studi ini menggunakan pemeriksaan pajak sebagai proxy untuk penegakan pajak dan penerimaan pajak sebagai proxy untuk kepatuhan pajak. Variabel independen yang digunakan antara lain peringkat skala perusahaan, tarif pajak nominal, karakteristik industri, tahun, dan negara.
Pada kesimpulannya, studi ini menunjukkan bahwa secara agregat, penegakan dan kepatuhan pajak cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran suatu perusahaan. Hal ini sekaligus membenarkan adanya prioritas yang dilakukan oleh otoritas pajak terhadap wajib pajak besar. Alhasil, tingkat kepatuhan pajak pada perusahaan-perusahaan besar tersebut juga cenderung meningkat.
Jurnal ini membuktikan bahwa apabila prioritas serta mekanisme penegakan kepatuhan pajak terhadap para wajib pajak besar tersebut diadopsi dan diimplementasikan terhadap perusahaan-perusahaan kecil dan menengah, ada kemungkinan bahwa tingkat kepatuhan pajak juga akan merata.
Jurnal yang melibatkan peneliti yang kredibel dan penggunaan data sampel yang cukup representatif ini sangat bagus untuk dibaca dan dikaji lebih dalam. Selain itu, metode penelitian yang ditampilkan sangat sistematis dan komprehensif.
Jurnal ini penting untuk dijadikan referensi, baik untuk otoritas pajak dan juga para pemerhati pajak, dalam mengembangkan kebijakan maupun penelitian pajak ke depannya.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.