RESENSI BUKU

Akuntansi Pajak, Ini 2 Tahap Atasi Ketidakpastian Posisi PPh di Lapkeu

Redaksi DDTCNews | Selasa, 25 Juli 2023 | 16:19 WIB
Akuntansi Pajak, Ini 2 Tahap Atasi Ketidakpastian Posisi PPh di Lapkeu

KOMPLEKSITAS sistem pajak dan model bisnis pada saat ini berpengaruh pada ketidakpastian posisi pajak (uncertain tax positions) dalam laporan keuangan (lapkeu). Akhirnya, dari 10 langkah sebelum ungkap pajak penghasilan dalam laporan keuangan, tahap yang menyangkut ketidakpastian posisi pajak perlu lebih diperhatikan.

Isu tersebut tak jarang menjadi sengketa pajak. Situasi ini dikarenakan sering kali terjadi inkonsistensi pengakuan dalam laporan keuangan perusahaan. Oleh karena itulah, ketidakpastian biasanya dikaitkan dengan praktik penghindaran pajak.

Namun, pada kenyataannya, ketidakpastian posisi pajak tidak terlepas dari faktor ambiguitas faktual atau kompleksitas hukum karena perbedaan aturan akuntansi dan pajak. Faktor tersebut membuat ketidakpastian tentang cara suatu transaksi diperlakukan tanpa adanya maksud penghindaran pajak.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selain itu, ketidakpastian posisi pajak juga timbul akibat dari perkembangan pajak internasional. Misalnya, perusahaan telah menyiapkan studi perbandingan atau komparasi untuk mendukung penentuan harga transfer (transfer pricing), tetapi ternyata terdapat perubahan aturan.

Melihat dinamika situasi tersebut, melalui buku berjudul Transfer Pricing Strategies, Cym H. Lowell dan Mark R. Martin berupaya menjawab persoalan mengenai ketidakpastian dalam perlakuan pajak penghasilan.

Para penulis merupakan pakar di bidang pajak internasional. Cym H. Lowell merupakan praktisi perpajakan internasional dengan spesialisasi pada kasus transfer pricing. Adapun Mark R. Martin merupakan seorang praktisi pajak di bidang transfer pricing, international tax, dan tax controversy.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Dalam buku tersebut, para penulis memaparkan panduan khusus untuk mengatasi ketidakpastian atas pengakuan aset/kewajiban pajak berdasarkan pada standar akuntansi di Amerika Serikat. Standar itu diatur dalam Financial Accounting Standards Board (FASB) Interpretation No.48 (FIN 48).

Meskipun buku ini berfokus pada ketidakpastian posisi pajak atas transfer pricing, buku ini dapat dijadikan pedoman untuk mengidentifikasi, mengungkapkan, serta mengukur ketidakpastian posisi pajak pada praktik lain dalam proses bisnis.

Pada dasarnya, perusahaan dapat mengakui ketidakpastian posisi pajak dalam laporan keuangan selama memiliki tingkat kepercayaan tinggi bahwa posisi pajak tersebut dapat dipertahankan saat terjadi pemeriksaan oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Secara umum, terdapat 2 tahapan utama yang harus dilakukan dalam mengatasi ketidakpastian atas pajak penghasilan.

Pertama, pengakuan (recognition). Perusahaan harus menentukan kemungkinan suatu posisi pajak akan dipertahankan saat pemeriksaan hingga sengketa. Secara teknis, posisi pajak merupakan masalah penilaian berdasarkan pada fakta dan keadaan individu saat itu yang didukung dengan semua bukti.

Perusahaan dapat mengakui manfaat pajak penghasilan (tax benefit) dalam laporan keuangan pada saat posisi pajak tersebut ’lebih mungkin daripada tidak’ (more likely than not). Artinya, kemungkinan posisi pajak dipertahankan saat dilakukan pemeriksaan hingga proses sengketa sebesar lebih dari 50%.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Untuk menilai posisi pajak memenuhi kriteria more likely than not, perlu mempertimbangkan bebarapa aspek sebagai berikut:

  • Posisi pajak akan diperiksa oleh otoritas yang memiliki pengetahuan dan pemahaman atas informasi relevan terkait dengan pajak tersebut.
  • Posisi pajak tersebut berdasarkan pada ketentuan dalam undang-undang perpajakan (legislasi dan undang-undang, peraturan, dan kasus hukum). Selain itu, penerapannya sesuai dengan fakta serta keadaan yang ada.
  • Setiap posisi pajak harus dievaluasi tanpa mempertimbangkan kemungkinan akan di-offset (ditutup) dengan posisi lain.

Kedua, pengukuran (measurement). Proses pengukuran meliputi penentuan jumlah posisi pajak yang memenuhi kriteria more likely than not dengan kriteria yang melebihi akumulasi di atas 50%. Untuk mempermudah pemahaman, dapat disimak contoh ilustrasi penerapan FIN 48.

Contoh Ilustrasi Penerapan FIN 48

Ilustrasi telah diolah untuk mempermudah interpretasi penerapan FIN 48.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

PT A memiliki laba sebelum pajak senilai US$1.000 dan manfaat pajak (tax benefit) senilai US$100.

Pada langkah pertama, PT A mempertimbangkan seberapa besar pengakuan atas posisi pajak akan dipertahankan saat dilakukan pemeriksaan. PT A menyakini kemungkinan manfaat pajak (tax benefit) dipertahankan saat dilakukan pemeriksaan oleh otoritas pajak sebesar 75%.

Dengan demikian, PT A dapat mengakui manfaat pajak tersebut karena telah memenuhi kriteria more likely than not atau tingkat kemungkinan posisi pajak dipertahankan saat pemeriksaan melebihi 50%.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selanjutnya, langkah kedua adalah pengukuran. Pengukuran posisi pajak ditentukan dari jumlah manfaat pajak yang melebihi akumulasi di atas 50% untuk direalisasikan pada penyelesaian akhir. PT A membuat tabel untuk mempertimbangkan jumlah dan probabilitas hasil estimasi yang mungkin dari setiap posisi pajak.


Berdasarkan pada pertimbangan di atas, manfaat pajak yang memiliki akumulasi kemungkinan lebih dari 50% adalah senilai US$60. Dengan begitu, jumlah yang dicatat dalam laporan keuangan senilai US$60 dan mengakui kewajiban pajak tangguhan senilai US$40.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Secara keseluruhan, buku ini berhasil menyajikan bahasan dengan bahasa yang terstruktur sehingga mudah untuk dipahami. Buku ini tidak hanya memaparkan teori, tetapi juga menyajikan contoh kasus yang mempermudah pembaca dalam mengaplikasannya.

Tidak dimungkiri, masalah atas ketidakpastian posisi pajak penghasilan perlu ditanggapi serius. Hal itu tidak hanya berlaku untuk masyarakat, tetapi juga bagi kelancaran pemerintah dalam pengawasan dan praktik kebijakan. Terlebih, sengketa antara otoritas pajak dan wajib pajak masih terjadi.

Meskipun berpedoman pada FIN 48 yang berlaku khusus di Amerika Serikat, buku ini masih tetap relevan untuk pembaca di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Hal inilah yang membuat buku ini sangat menarik untuk dibaca dari praktisi, akademisi, masyarakat hingga pembuat kebijakan.

Baca Juga:
Semarakkan HUT ke-253, Pemda Adakan Program Pemutihan Denda PBB-P2

Di indonesia sendiri telah diberlakukan peraturan terkait ketidakpastian posisi pajak. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) telah mengesahkan ISAK 34 : Ketidakpastian dalam Perlakuan Pajak Penghasilan yang berlaku efektif per 1 Januari 2019.

ISAK 34 merupakan adopsi dari IFRIC 23 Uncertainty over Income Tax Treatments. Penerapan ISAK 34 bertujuan untuk membantu klarifikasi dan memberi panduan dalam interpretasi ketidakpastian perlakuan pajak penghasilan dalam laporan keuangan.

Secara teknis, mekanisme penerapan aturan ISAK 34 hampir sama seperti mekanisme aturan FIN 48. Pertama, entitas harus mempertimbangkan estimasi kemungkinan otoritas perpajakan akan menerima posisi pajak tidak pasti. Kedua, entitas dapat menentukan jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang paling mungkin atau nilai ekspektasi.

Jadi, tertarik membaca buku ini? Silahkan berkunjung ke DDTC Library. (Maria Magdalena/kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah