Maesy Martha Sinaga
,PEMILIHAN umum (pemilu) merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemilu tidak hanya memengaruhi arah kebijakan politik, tetapi juga menjadi wadah membahas berbagai isu krusial bagi negara.
Salah satu isu krusial yang seharusnya ada dalam berbagai diskursus pada tahun politik kali ini adalah strategi peningkatan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (tax ratio). Terlebih, pajak memiliki fungsi budgetair untuk membiayai pengeluaran dan mendukung pembangunan nasional.
Bappenas menyebut idealnya tax ratio suatu negara berada pada level 15%. Namun, data Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan tax ratio Indonesia selama 5 tahun terakhir masih jauh dari kata ideal. Tax ratio Indonesia menempati urutan kelima terendah di Kawasan Asia Pasifik.
Dari sini dapat diketahui bahwa Indonesia masih masih memiliki tantangan untuk menjadi negara berpendapatan tinggi atau high income country. Lantas, bagaimana strategi dan peluang optimalisasi penerimaan pajak untuk meningkatkan tax ratio demi wujudkan Indonesia maju?
Skema AEOI
OPTIMALISASI penerimaan juga tidak dapat dilepaskan dari risiko penghindaran pajak. Berdasarkan pada laporan The State of Tax Justice 2021 yang dirilis Tax Justice Network, potensi kerugian akibat penghindaran pajak oleh wajib pajak badan di Indonesia senilai US$2,216 miliar atau sekitar Rp31,6 triliun.
Kemudian, potensi kerugian akibat penghindaran pajak yang berasal dari wajib pajak orang pribadi senilai US$58,7 juta atau sekitar Rp0,84 triliun. Dengan demikian, total potensi kerugian yang disebabkan penghindaran pajak oleh wajib pajak senilai US$2,275 miliar atau sekitar Rp32,4 triliun.
Adanya data tersebut membuat pertukaran data dan informasi makin penting. Automatic Exchange of Information (AEOI) menjadi skema pertukaran data dan informasi keuangan secara otomatis sehingga terjadi transparansi keuangan di antara negara-negara anggota yang menjadi pesertanya.
Skema AEOI ini tidak hanya bermanfaat dalam skala nasional, tetapi juga mencakup level internasional dengan adanya integrasi keuangan secara global. Optimalisasi skema AEOI akan membuat Indonesia mampu mendeteksi adanya tax evasion (penggelapan pajak) dan meminimalisasi munculnya tax avoidance (penghindaran pajak) sehingga kepatuhan meningkat. Alhasil, ada peningkatan tax ratio.
Misalnya, warga negara Indonesia (WNI) memiliki sejumlah aset keuangan dan menyimpannya di lembaga keuangan Negara A. Lembaga keuangan Negara A itu meneruskan informasi kepada otoritas pajak Indonesia. Adanya aliran informasi yang didasarkan pada pertukaran informasi antarnegara akan meningkatkan kredibilitas transparansi keuangan secara global.
Sebagai akibatnya, jika wajib pajak tidak melaporkan aset keuangan tersebut dalam laporan pajaknya di Indonesia, otoritas pajak Indonesia memiliki bukti kuat untuk menyelidiki penghindaran pajak. Wajib pajak akan mendapat sanksi dan denda sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Optimalisasi pemanfaatan skema AEOI akan berdampak positif untuk peningkatan tax ratio sehingga lembaga keuangan akan mengidentifikasi semua wajib pajak penduduk yurisdiksi lain. Hal ini termasuk pemegang kendali atau pemilik perusahaan di sebuah perusahaan besar dengan beberapa entitas anak pada berbagai sektor.
Pelaporan informasi oleh lembaga keuangan kepada otoritas pajak domestik akan dilakukan setiap tahunnya. Kemudian, otoritas pajak domestik meneruskan data tersebut ke otoritas pajak di yuridiksi tempat wajib pajak tersebut berdomisili untuk tujuan perpajakan.
Sektor Informal
RENDAHNYA tax ratio Indonesia juga dipengaruhi adanya shadow economy. Adapun shadow economy ini merupakan sektor yang tidak terdeteksi dan tidak dikenai pajak. Shadow economy berkaitan pula dengan sektor informal yang cukup besar di Tanah Air.
Oleh karena itu, diperlukan dorongan agar sektor informal masuk ke dalam sistem pajak. Dengan demikian, mereka dapat turut berkontribusi dalam pembayar pajak. Pemungutan pajak dari sektor informal juga dapat dilakukan dengan penggunaan teknologi.
Terlebih, pada saat ini, ada perubahan pola konsumsi masyarakat ke basis digital. Situasi ini mengakibatkan sektor informal juga beralih menjalankan bisnis dengan mengandalkan teknologi. Penting bagi pemerintah untuk mengembangkan sistem yang bisa mendeteksi dan melacak sektor informal karena ada risiko penghindaran pajak.
Selain itu, otoritas pajak juga perlu untuk konsisten melakukan pemeriksaan dan pengawasan yang sehingga meningkatkan ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak. Apabila melakukan kesalahan dan terdeteksi oleh otoritas pajak, wajib pajak akan cenderung membayar pajak dalam jumlah yang benar.
Jadi, untuk meningkatkan tax ratio Indonesia, semua stakeholders harus sadar atas pentingnya kepatuhan pajak sukarela (voluntary tax compliance). Apabila kesadaran pajak dan pengetahuan pajak masyarakat tinggi, ada potensi penambahan populasi wajib pajak yang patuh
Apabila jumlah wajib pajak yang patuh meningkat, makin tinggi pula penerimaan negara yang bersumber dari pajak. Dengan demikian, pemerintah akan mampu mewujudkan pembangunan nasional menuju Indonesia maju.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.