KEBIJAKAN PAJAK

Administrasi Pajak versus Tarif Pajak, Manakah yang Lebih Baik?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 09 April 2020 | 18:00 WIB
Administrasi Pajak versus Tarif Pajak, Manakah yang Lebih Baik?

SECARA garis besar, jurnal yang berjudul ‘Tax Administration vs. Tax Rates: Evidence from Corporate Taxation in Indonesia’ menjawab sejauh mana perubahan pada administrasi pajak maupun tarif pajak dirasa mampu memberi manfaat marjinal yang substansial terhadap penerimaan pajak.

Jurnal ini ditulis oleh mantan Menteri Keuangan Indonesia M. Chatib Basri dan tim peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Harvard seperti Mayara Felix, Rema Hanna, dan Benjamin A. Olken.

Penulis menggunakan simulasi perhitungan untuk membandingkan dua kebijakan/pendekatan, baik itu administrasi pajak maupun tarif pajak. Didasarkan oleh kerangka teoritis yang kuat, jurnal ini menawarkan suatu informasi yang komprehensif dan terukur.

Baca Juga:
Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Dengan mengetahui dampak baik dari perubahan administrasi pajak dan perubahan tarif statutory PPh badan, akan dapat diketahui kebijakan mana yang dirasa lebih efektif untuk diimplementasikan di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia.

Untuk meneliti pengaruh kedua pendekatan kebijakan tersebut, data-data yang digunakan bersumber dari Ditjen Pajak (DJP), seperti wajib pajak badan terdaftar dari 2003 sampai 2011, laporan penerimaan perusahaan, gaji pegawai, pembayaran bendahara, dan informasi administrasi audit pajak.

Informasi tersebut diperoleh melalui formulir-formulir seperti PPh badan, pajak pemungutan, dan surat ketetapan PPN. Literatur-literatur yang digunakan umumnya juga relevan yang membahas pentingnya administrasi pajak di negara-negara berkembang.

Baca Juga:
DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Belum terbangun dengan baiknya sistem administrasi di negara berkembang membuat dampak dari pembenahan sistem pajak akan sangat berbeda dengan negara-negara yang sudah memiliki sistem pajak yang terstruktur.

Variabel-variabel yang ada di literatur seperti laporan pihak ketiga, komputerisasi, dan performance pay merupakan variabel yang relevan untuk dijadikan referensi dalam menganalisis administrasi pajak di Indonesia. Hal ini berkaitan juga dengan tingkat transparansi dan sumber daya manusia.

Intensitas administrasi pajak yang meningkat dimungkinkan karena adanya reformasi administrasi pajak pada 2006, yaitu pemindahan perusahaan-perusahaan berskala besar di masing-masing wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama ke KPP Madya yang memiliki rasio staf terhadap wajib pajak lebih tinggi.

Baca Juga:
WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Alhasil, dalam kurun waktu enam tahun, DJP berhasil meningkatkan penerimaan pajak lebih dari dua kali lipat. Dengan adanya pemindahan tersebut maka staf pajak tidak lagi memilah wajib pajak badan mana yang menjadi prioritas utama, sehingga lebih fokus terhadap penyeragaman perlakuan.

Dengan demikian, tidak ada insentif dari perusahaan untuk menghindari pertumbuhan hanya karena semata-mata ingin lepas dari perhatian otoritas pajak.

Selain itu, studi ini juga menganalisis tarif optimal yang dapat memberikan dampak serupa dari pembenahan administrasi pajak. Hasilnya, dengan memakai nilai elastisitas penghasilan kena pajak terhadap tarif pajak bersih yang telah dihitung maka diperlukan penambahan tarif pajak dua kali lipat dari tarif saat ini.

Baca Juga:
Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

Namun, pembenahan administrasi pajak yang dilakukan dengan pemindahan KPP tersebut setara dengan meningkatkan tarif marjinal pajak untuk semua perusahaan sebesar 8 poin persentase. Dengan begitu, pembenahan administrasi pajak dirasa yang paling memungkinkan dan efisien untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa mengorbankan daya saing pajak suatu negara.

Jurnal ini sangat berguna untuk dijadikan acuan bagi otoritas pajak dalam menetapkan langkah-langkah untuk lebih mengoptimalkan penerimaan pajak dengan lebih mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan dengan informasi yang lebih terukur. *

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses