Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sejalan dengan mulai berlakunya tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 pada Januari 2024, Ditjen Pajak (DJP) akan merilis aplikasi baru pengganti e-SPT Masa PPh Pasal 21-26. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (9/1/2024).
Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan sejalan dengan penerapan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 yang telah diatur dalam PP 58/2023 dan PMK 168/2023, aplikasi baru disiapkan. Rencananya, aplikasi itu sudah bisa mulai digunakan untuk pelaporan SPT Masa Januari 2024.
“Nanti ada perdirjen (peraturan dirjen pajak) baru yang akan mengatur terkait dengan pelaporan SPT Pasal 21 yang menggantikan e-SPT yang sudah ada, dengan versi web," katanya.
Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) UU KUP, batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak. Simak pula ‘Semua e-SPT akan Diganti Aplikasi Berbasis Web Pakai NPWP 16 Digit’.
Selain mengenai tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21, ada pula ulasan terkait dengan pelaporan SPT Tahunan PPh.
Selain menyiapkan aplikasi baru berbasis web pengganti e-SPT, DJP juga menyiapkan alat bantu berupa kalkulator untuk mendukung penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif rata-rata. Kalkulator tersebut akan segera dirilis setelah melewati serangkaian tes dalam waktu dekat.
"Namun, untuk mengisi kalkulator TER, tentu harus memahami kita lagi membayar pegawai tetap kah, pegawai tidak tetap kah, bukan pegawai kah, dan lain sebagainya," ujar Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni. (DDTCNews/Kontan)
Ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi atas wajib pajak orang pribadi yang tidak ber-NPWP tetap berlaku meski tata cara penghitungan PPh Pasal 21 telah diubah melalui PP 58/2023.
Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan Pasal 21 ayat (5a) UU PPh yang mengatur tarif lebih tinggi sebesar 20% masih berlaku. Namun, ketentuan ini akan disesuaikan seiring dengan implementasi NIK sebagai NPWP seperti dimaksud dalam PMK 112/2022 s.t.d.d PMK 136/2023.
"PMK 136/2023 berlaku Juli 2024. Artinya sebelum implementasi hal tersebut, apabila nyata memang pihak yang dipotong tidak ber-NPWP maka dapat diberlakukan ketentuan yang berlaku [Pasal 21 ayat (5a) UU PPh]," katanya.
Dengan demikian, pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 20% lebih tinggi bagi wajib pajak orang pribadi tidak ber-NPWP berlaku hingga Juni 2024. Untuk Juli 2024 dan seterusnya, ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 akan disesuaikan dengan kebijakan penggunaan NIK sebagai NPWP.
"Ini kita masih menunggu di Juli 2024 dan menunggu kebijakan lebih lanjut bagaimana, karena ada kebijakan baru NIK sebagai NPWP," ujar Dian. (DDTCNews)
DJP menegaskan penggunaan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 tidak akan menambah beban pajak yang ditanggung oleh pegawai. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan tarif efektif bulanan dalam PP 58/2023 disusun dengan memperhitungkan seluruh pengurang yang dapat diklaim oleh wajib pajak.
"Kami sudah hitung, sudah simulasikan, kita masukkan tabel. Misal, gaji Rp26,1 juta per bulan, tidak menikah dan punya 2 tanggungan maka tarif efektifnya 10%. Jadi, nanti hitungnya Rp26,1 juta dikali 10%," katanya.
Penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif bulanan dilakukan mulai dari Januari hingga November. Penghitungan PPh Pasal 21 secara setahun penuh menggunakan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh baru dilakukan untuk masa pajak Desember.
"Jadi, nanti [Desember] Rp26,1 juta itu dikali 12, dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun, dan PTKP, lalu pajak terutangnya berapa," ujar Dwi.
Dengan langkah itu, total PPh Pasal 21 yang dipotong dalam setahun penuh tidak akan naik ataupun turun akibat berlakunya tarif efektif bulanan. Hal ini dikarenakan PPh Pasal 21 yang dipotong pada Januari hingga November turut diperhitungkan kembali pada Desember. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan DJP telah bersiap meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan secara online. Dalam hal ini, kesiapan sistem teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) DJP juga sudah dipastikan.
"Kita siapkan terus. Mudah-mudahan tidak ada halangan," katanya.
Dwi mengatakan penyampaian SPT Tahunan 2023 masih menggunakan sistem yang sama. Dia pun berharap tidak ada kendala seperti down yang terjadi selama periode penyampaian SPT Tahunan 2023. Simak ‘Lapor SPT Tahunan WP OP dan Badan, DJP: Masih Seperti Tahun Lalu’. (DDTCNews)
DJP mencatat sudah ada 219.693 wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan 2023 hingga 8 Januari 2024 sore. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan kebanyakan SPT Tahunan itu dilaporkan secara online. DJP
Dwi mengatakan dari 219.693 wajib pajak yang menyampaikan SPT Tahunan 2023, mayoritas merupakan wajib pajak orang pribadi, yakni sebanyak 208.997. Adapun untuk wajib pajak badan, sudah ada 10.596 yang menyampaikan SPT Tahunan. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.