Kepala Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta Agus Bambang Setiowidodo. (Foto: DDTCNews)
DKI Jakarta adalah satu-satunya provinsi yang mandiri dalam pembiayaan pembangunannya. Provinsi ini tidak lagi menerima Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat. Sebagi gantinya, ada 13 jenis pajak daerah yang ditarik untuk membiayai pembangunannya.
Lantas, tantangan apa saja yang dihadapi DKI Jakarta dalam merealisasikan target penerimaan pajaknya? Untuk mengetahui lebih jauh persoalan itu, DDTCNEws menemui Kepala Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta Agus Bambang Setiowidodo untuk sebuah wawancara. Petikannya:
Bisa Anda ceritakan situasi perpajakan di DKI Jakarta?
Penerimaan pajak daerah harusnya dapat terus meningkat apabila intensifikasi dan ekstensifikasi Wajib Pajak (WP) dilakukan. Dalam 5 tahun terakhir, kami telah meningkatkan penerimaan pajak hingga 25%. Tahun lalu, realisasi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta tumbuh 7%.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masih menjadi peringkat pertama sebagai penyumbang penerimaan terbesar pajak di DKI Jakarta. Tahun lalu targetnya Rp7,1 triliun. Adapun, penerimaan pajak terendah adalah Pajak Air Tanah (PAT). Tahun lalu setorannya Rp95 miliar.
Selain penerimaannya yang rendah, pajak air tanah ini akan merugikan karena kurang mendukung upaya konservasi alam, apabila pengeboran air tanah semakin marak. Karena itu, ada wacana untuk menghapuskan pajak air tanah.
Apa masalah & hambatan yang dihadapi DPP DKI Jakarta?
Dalam menjalankan tugas, DPP DKI Jakarta pasti selalu menemui masalah dan hambatan yang dapat mengganggu kapabilitas dari DPP DKI Jakarta dalam melakukan pemungutan pajak, baik dari pihak internal maupun eksternal.
Korupsi dan suap pajak masih menjadi fokus permasalahan internal yang harus diberantas. Sampai dengan bulan September 2015, sudah ada 27 orang pejabat internal yang diberhentikan dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran seperti menerima suap pajak.
Selain hambatan SDM, dalam hal teknologi informasi (IT) DPP DKI Jakarta juga menemukan hambatan dalam pelayanan pajaknya. Kami sedang fokus membangun aplikasi online yang akan memudahkan WP menunaikan kewajiban perpajakannya dan membantu perbaikan pengelolaan database WP.
Aplikasi online tersebut menggandeng sedikitnya 12 bank dan kantor pos, sehingga kian memudahkan pelayanan bagi WP. Namun, 35% WP di DKI Jakarta masih menggunakan cash register secara manual, sehingga ada kekhawatiran ini akan menghambat jalannya aplikasi online.
Dari sisi eksternal, masalah utama yang dihadapi dalam memungut pajak yaitu masih terdapatnya WP yang belum patuh. Namun, berbagai upaya dijalankan oleh DPP DKI untuk meningkatkan penerimaan pajak, seperti memberikan fasilitas penghapusan sanksi pajak kendaraan bermotor.
Apakah ada insentif pajak daerah yang diberikan?
Untuk PKB-BBNKB, tahun lalu ada SK Kepala Dinas Pelayanan Pajak Nomor 2829 Tahun 2015 tentang Kebijakan Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Sanksi Administrasi Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Tahun 2015.
Insentif itu untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, dan mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat DKI Jakarta. Kebijakan tersebut dibuat untuk mengurangi kendaraan bermotor yang Belum Daftar Ulang (BDU).
Di DKI Jakarta sendiri terdapat total kurang lebih 6,5 juta kendaraan bermotor yang sebanyak 3,8 juta di antaranya masih belum membayar pajak. Berdasarkan perhitungan kami, akibat situasi ini akan ada potential loss sebesar Rp1,2 triliun.
Saat ini, isu penghapusan PBB juga masih digodok. Wacana ini kemungkinan besar diterapkan tahun 2016 ini. Untuk mengurangi beban masyarakat, kami mengusulkan penerapan kebijakan pembebasan PBB terhadap rumah tinggal dan rumah susun dengan Nilai Jual Objek Pajak kurang dari Rp1 miliar.
Namun, hingga kini database PBB masih bermasalah, karena banyaknya data ganda. Karena itu, kami melakukan pemutakhiran data subjek dan objek PBB seperti tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 48 Tahun 2015 tentang Pemetaan Lokasi WPOP atau Badan serta Objek PBB melalui Geotagging.
Bagaimana strategi mencapai target pajak tahun ini?
Target penerimaan pajak daerah yang terus meningkat setiap tahun tentu menjadi perhatian utama DPP DKI Jakarta dalam mengoptimalisasi penerimaan pendapatan pajak tahun 2016. Secara khusus, kami akan mengoptimalisasi penerapan tarif PKB progresif yang baru pada semester I tahun 2016.
Untuk itu, kami telah menyiapkan 4 langkah. Pertama, razia bersama kepolisian untuk mengurangi potensi kendaraan bermotor yang Belum Daftar Ulang (BDU). Kedua, memaksimalkan kegiatan penagihan pajak dengan surat paksa dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak daerah.
Ketiga, Pengenaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai objek BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) dan mendorong pengelola apartemen mempercepat perubahan PPJB menjadi Akta Jual Beli (AJB) sebagai objek BPHTB.
Keempat, membangun sistem yang terintegrasi antara Pemprov DKI Jakarta, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan bank-bank dalam pelaksanaan pemungutan PBB dan BPHTB secara online.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.