PRANCIS

22 Otoritas Pajak Implementasikan ICAP, OECD Beberkan Hasilnya

Muhamad Wildan | Selasa, 30 Januari 2024 | 14:00 WIB
22 Otoritas Pajak Implementasikan ICAP, OECD Beberkan Hasilnya

Ilustrasi. Kantor Pusat OECD di Paris.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis data awal dari implementasi International Compliance Assurance Programme (ICAP).

Merujuk pada ICAP - Handbook for Tax Administrations and MNE Groups, ICAP adalah asesmen secara multilateral terhadap risiko-risiko perpajakan internasional sehubungan dengan transaksi tertentu yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.

"ICAP dirancang efisien, efektif, dan terkoordinasi bagi perusahaan multinasional yang bersedia terlibat aktif dan transparan dalam rangka meningkatkan kepastian pajak sehubungan dengan aktivitas dan transaksi mereka," tulis OECD, dikutip pada Selasa (30/1/2024).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

ICAP tak memberikan kepastian hukum layaknya advance pricing agreement (APA) ataupun mutual agreement procedure (MAP). Namun, ICAP memberikan kenyamanan jika otoritas pajak memberikan predikat low risk terhadap transaksi yang diajukan ICAP.

Menurut OECD, ICAP memberikan practical certainty bagi perusahaan multinasional. Dengan diperolehnya predikat low risk, perusahaan multinasional dapat mengalokasikan sumber dayanya pada transaksi-transaksi yang memang berisiko tinggi atau high risk.

Bagi otoritas pajak, ICAP memberikan kesempatan kepada otoritas untuk mengidentifikasi transaksi-transaksi berisiko rendah secara cepat.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Terhitung sejak diluncurkan (piloting) pada 2018 hingga Oktober 2023, sudah ada 22 otoritas pajak yang berpartisipasi dalam ICAP. Tercatat, sudah ada 20 kasus ICAP yang sudah diselesaikan hingga Oktober 2023.

Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memproses ICAP tersebut mulai dari pengajuan awal hingga penerbitan hasil asesmen mencapai 61 pekan, di atas target 52 pekan yang tercantum dalam handbook ICAP. Lambatnya proses ICAP disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Dari 20 perusahaan internasional yang berpartisipasi dalam ICAP, sebanyak 40% di antaranya mendapatkan predikat low risk atas seluruh transaksi.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

"Suatu transaksi akan dianggap low risk jika otoritas pajak memandang tidak perlu ada penyelidikan lebih lanjut atas transaksi yang dilakukan asesmen," tulis OECD.

Alhasil, 60% perusahaan multinasional yang berpartisipasi dalam ICAP tidak mampu memperoleh predikat low risk atas seluruh transaksinya. Terdapat 1 atau beberapa transaksi tertentu yang tidak dinyatakan low risk oleh otoritas pajak yang turut serta dalam ICAP.

"Bila otoritas pajak tidak dapat mencapai level of comfort tertentu yang dipersyaratkan. Predikat low risk mungkin tidak diberikan atas 1 atau beberapa transaksi. Oleh karena itu, transaksi tersebut bakal dianggap tidak berisiko rendah," tulis OECD.

Menurut OECD, transaksi yang tidak memperoleh predikat low risk tersebut bisa dibahas lebih lanjut dalam APA. OECD pun berkesimpulan ICAP dan instrumen-instrumen lain seperti APA dan MAP sesungguhnya bersifat saling melengkapi guna mendukung terciptanya tax certainty. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja