TATA KELOLA KEUANGAN NEGARA

Pemerintah Sebut Tren Kerentanan Fiskal Cenderung Meningkat

Muhamad Wildan | Jumat, 21 Mei 2021 | 14:30 WIB
Pemerintah Sebut Tren Kerentanan Fiskal Cenderung Meningkat

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menilai kerentanan fiskal cenderung meningkat pada beberapa tahun terakhir, terutama pada 2020 akibat pandemi Covid-19.

Dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, terdapat 4 indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi kerentanan fiskal antara lain debt service ratio, interest to revenue ratio, debt to GDP ratio, dan debt to income ratio.

"Pengelolaan fiskal dalam beberapa tahun terakhir mengalami tekanan terutama pada 2020 sehingga membuat indikator kerentanan untuk kesinambungan fiskal menjadi sedikit memburuk ketimbang periode 2010-2015," tulis pemerintah, Jumat (21/5/2021).

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Rata-rata debt service ratio atau rasio pembayaran utang terhadap pendapatan naik dari 21,54% pada periode 2010—2015 menjadi 36,74% pada 2015—2020. Pada 2020, debt service ratio tercatat naik menjadi 46,76%.

Selanjutnya, rata-rata interest to revenue ratio atau rasio bunga utang terhadap pendapatan tercatat naik 8,5% pada periode 2010—2015 menjadi 13,58% pada 2015—2020. Pada 2020, interest to revenue ratio tercatat naik menjadi 19,06%.

Untuk debt to GDP ratio atau rasio utang terhadap PDB tercatat naik dari awalnya hanya 24,54% pada 2010—2015 menjadi 30,76% pada 2015—2020. Akibat pandemi Covid-19, debt to GDP ratio tercatat naik menjadi 39,39% pada 2020.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Terakhir, rata-rata debt to income ratio atau rasio utang terhadap pendapatan naik dari 168,67% pada periode 2010—2015 menjadi 249,78% pada 2015—2020. Pada 2020, debt to income ratio melonjak naik menjadi 368,98%.

"Agar nilai indikator ini tidak bergerak naik secara drastis maka pertumbuhan utang perlu dijaga dan penerimaan negara perlu ditingkatkan," tulis pemerintah pada KEM-PPKF 2022.

Menindaklanjuti permasalahan ini, pemerintah berkomitmen menjaga rata-rata keberlanjutan fiskal melalui konsolidasi APBN secara bertahap. Defisit anggaran akan terus diturunkan mendekati batas defisit 3% dari PDB dan keseimbangan primer diupayakan bergerak ke level positif.

Baca Juga:
Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Tahun depan, rasio utang diperkirakan masih akan meningkat. Namun, peningkatan rasio utang akan dijaga lebih lambat ketimbang 2020 dan 2021. "Seiring dengan pertumbuhan utang yang melambat, beban pembayaran bunga utang diharapkan stabil," tulis pemerintah.

Dalam jangka panjang, terdapat lima upaya yang akan dilakukan untuk menjaga kesinambungan fiskal. Pertama, menggenjot pemulihan ekonomi sehingga kapasitas ekonomi mampu menopang biaya utang dan mengendalikan rasio utang.

Kedua, melakukan konsolidasi fiskal sehingga defisit anggaran kembali ke level 3% dari PDB pada 2023. Ketiga, melakukan reformasi fiskal secara holistik dari sisi pendapatan, belanja, sampai dengan pembiayaan.

Keempat, menjaga kerentanan fiskal dengan mendorong optimalisasi pendapatan, penguatan spending better, dan pengendalian utang. Kelima, mengelola portofolio utang sehingga beban pembayaran utang tidak menumpuk pada satu waktu tertentu. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

27 Mei 2021 | 10:43 WIB

Diharapkan dari adanya tren ini, Pemerintah dapat memelihara dan mengendalikan kerentanan fiskal dalam batas toleransi demi meningkatkan efektivitas upaya preventif pengendalian risiko akan terjadinya krisis fiskal di kemudian hari.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU