Daniel Wiranata Dayan
,IMPLEMENTASI kebijakan fiskal, terutama pajak, di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya mencakup digitalisasi sistem pajak, pertimbangan kebijakan subjek dan/atau objek pajak baru, serta optimalisasi pemberian insentif pajak. Adapun terkait dengan insentif pajak, tantangan yang masih muncul adalah pemberiannya belum tepat sasaran.
Menteri keuangan sempat menyatakan insentif fiskal tak jarang justru dinikmati masyarakat kelas atas. Salah satunya adalah pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga Rp100 triliun untuk barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Saat ini, meskipun sudah menjadi barang atau jasa kena pajak, pemerintah masih memberikan fasilitas pembebasan PPN.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut penulis, kondisi ini terjadi karena sifat PPN yang merupakan pajak objektif, bukan subjektif. Dalam hal ini, pengenaan tarif PPN dan pemberian insentif PPN lebih fokus pada objek pajak, tanpa mempertimbangkan kondisi serta karakteristik dari subjek pajaknya. Artinya, ketika satu objek mendapat pembebasan PPN, semua orang (subjek) bisa menikmatinya.
Kondisi tersebut pada gilirannya memunculkan pertanyaan terkait dengan berjalan atau tidaknya fungsi pajak sebagai redistribusi pendapatan agar kesenjangan (gap) antarmasyarakat berkurang. Terlebih, ada ‘kebocoran fiskal’ karena ada potensi penerimaan yang tidak bisa diambil sekaligus tidak bisa diredistribusikan kepada masyarakat kelas menengah-bawah lewat belanja negara.
Selain desain kebijakan pajak secara menyeluruh, kondisi tersebut memunculkan urgensi bagi pemerintah baru untuk mengevaluasi pemberian insentif pajak. Presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran, perlu mengkaji ulang desain kebijakan sejalan dengan perkembangan administrasi perpajakan terkini.
Menurut penulis, diperlukan suatu strategi pengaturan baru yang dapat mengakomodasi solusi atas permasalahan atau tantangan tersebut, yakni check and recheck strategy. Strategi ini menitikberatkan pada peninjauan ulang pemberian insentif fiskal kepada masyarakat untuk menyaring dan memprioritaskan sasaran utama penerima insentif.
Sebagai contoh, besaran insentif berupa pembebasan PPN dapat ditentukan berdasarkan lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi (OP) per awal tahun fiskal (1 Januari). Jika pada awal tahun orang pribadi berpenghasilan kena pajak hingga Rp60 juta dan dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 5% (lapisan 1 Pasal 17 UU PPh), pembebasan PPN sebesar 100% diberikan.
Kemudian, bagi wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan kena pajak pada lapisan 2 (lebih dari Rp60 juta hingga Rp250 juta), pembebasan PPN diberikan sebesar 80%. Lalu, secara berurutan, untuk wajib pajak orang pribadi berpenghasilan hingga lapisan 3, 4, dan 5 masing-masing diberikan pembebasan PPN sebesar 60%, 40%, dan 20%.
Dengan demikian, check and recheck strategy bisa bekerja. Pertama, ketika terjadi transaksi yang melibatkan pemberian insentif pajak, pihak lawan akan meminta Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identifier subjek pajak untuk dilakukan check and recheck pada sistem inti terintegrasi untuk tujuan perpajakan.
Kedua, sistem terintegrasi akan menghubungkan data NIK tersebut ke database orang pribadi yang dapat diakses oleh pihak lawan. Ketiga, sistem akan mengirimkan informasi tentang lapisan PPh orang pribadi dan tarif insentif untuk setiap jenis pajak yang memeroleh fasilitas. Keempat, sistem akan menghasilkan output berupa laporan elektronik hasil verifikasi check and recheck sebagai bukti penerimaan insentif atas transaksi tersebut.
DESAIN kebijakan tersebut sangat mungkin diterapkan ketika sistem administrasi perpajakan di Indonesia telah terintegrasi secara efektif. Seiring dengan pengembangan coretax administration system (CTAS), yang mengusung integrasi proses bisnis, otoritas memiliki infrastruktur teknologi yang memadai untuk mendukung kebijakan berbasis data dan real-time monitoring.
Alhasil, adanya sistem tersebut juga akan mempermudah implementasi berbagai strategi perpajakan, termasuk check and recheck dalam pemberian insentif. Hal ini memungkinkan otoritas memverifikasi kesesuaian data perpajakan dengan lebih akurat.
Penggunaan NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) juga memungkinkan direalisasikannya strategi check and recheck. Penggunaan NIK memungkinkan analisis lebih mendalam terhadap profil wajib pajak dan penerapan kebijakan lebih tepat sasaran. Namun, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan aspek materialitas objek serta cost and benefit penerapan strategi check and recheck.
Sebagai ilustrasi, pemberian insentif dengan menerapkan strategi check and recheck lebih tepat diarahkan pada objek pajak yang material. Misalnya, insentif PPN atas transaksi rumah tapak yang ditanggung pemerintah (DTP) jauh lebih relevan jika dibandingkan transaksi barang kebutuhan pokok. Dengan demikian, diperlukan threshold yang jelas dalam menentukan tingkat materialitas objek pajak yang menjadi sasaran kebijakan.
Penerapan strategi check and recheck yang berfokus pada kondisi subjek pajak juga diharapkan dapat mengurangi ketidaktepatan sasaran penerima insentif fiskal. Ketidaktepatan dalam pemberian insentif tidak hanya menciptakan inefisiensi fiskal, tetapi juga berpotensi menciptakan distorsi dalam ekonomi yang lebih luas.
Optimalisasi penggunaan insentif ini dapat meminimalisasi opportunity cost. Dengan demikian, alokasi anggaran yang tidak efektif bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, pengembangan berkelanjutan, atau program sosial lain yang lebih produktif.
Implementasi kebijakan fiskal berbasis verifikasi data ini meningkatkan efisiensi penerimaan negara, mengurangi ketergantungan pada insentif yang tidak tepat sasaran, serta mengarahkan sumber daya publik pada sektor-sektor prioritas yang memiliki dampak lebih signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Awesome
Kereenn boskuuhhh.. 👏🏻🤝
Mantab banget
Mewakili suara rakyat, keren rek !!
Terbaik👍🏻
Mantap