INGGRIS

Tangkal Penghindaran Pajak, Proposal OECD Dinilai Belum Cukup

Muhamad Wildan | Rabu, 21 Oktober 2020 | 11:36 WIB
Tangkal Penghindaran Pajak, Proposal OECD Dinilai Belum Cukup

Ilustrasi. Kantor Pusat OECD di Paris, Prancis. (foto: oecd.org)

CHESHAM, DDTCNews – Tax Justice Network menilai proposal Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) dari OECD belum cukup komprehensif dalam mengatasi praktik penghindaran pajak melalui yurisdiksi suaka pajak.

Chief Executive Tax Justice Network Alex Cobham mengatakan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) masih belum mampu menawarkan proposal reformasi pajak internasional yang tepat.

"Proposal OECD sama sekali tidak mampu mengatasi praktik penggeseran laba menuju yurisdiksi suaka pajak sepanjang masih ada laba yang disisakan untuk dipajaki oleh negara besar," ujar Cobham dikutip dari taxjustice.net, dikutip Rabu (21/10/2020).

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Tax Justice Network mengklaim terdapat pajak penghasilan korporasi sebesar US$500 miliar atau setara dengan Rp7.317 triliun yang masuk ke yurisdiksi suaka pajak setiap tahunnya dan tidak dapat dipajaki oleh negara yang berhak atas pajak tersebut.

Menurut Cobham, praktik penyelewengan pajak penghasilan korporasi sangat marak terjadi pada negara-negara berkembang. Padahal, negara-negara berkembang sangat membutuhkan dan sangat bergantung terhadap sumbangsih pajak dari korporasi.

Dia juga menilai proposal Pillar 1 dan Pillar 2 masih belum memihak kepada negara berkembang. Pasalnya, negara maju juga akan menikmati tambahan penerimaan negara yang sama besarnya dengan negara berkembang bila proposal Pillar 1 dan Pillar 2 diimplementasikan.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Tak hanya itu, Cobham menilai tarif pajak minimum pada Pillar 2 juga lebih menguntungkan negara maju mengingat banyaknya korporasi yang menempatkan kantor pusatnya di negara maju, bukan negara berkembang.

Di sisi lain, kegagalan tercapainya konsensus pajak digital pada 2020 menunjukkan OECD tidak mampu memimpin negara-negara Inclusive Framework mereformasi sistem perpajakan internasional dan pencegahan praktik base erosion and profit shifting (BEPS). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN