RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Koreksi Analisis Benchmarking di Tingkat Keberatan

Hamida Amri Safarina | Senin, 29 Juni 2020 | 18:04 WIB
Sengketa Pajak atas Koreksi Analisis Benchmarking di Tingkat Keberatan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa transfer pricing tentang koreksi yang dilakukan otoritas pajak berdasarkan analisis benchmarking di tingkat keberatan. Sebagai informasi, analisis benchmarking yang dilakukan di tingkat keberatan tersebut bersifat baru dan berbeda dengan analisis di tahap sebelumnya.

Otoritas pajak menyatakan tidak pernah menyetujui analisis benchmarking yang diajukan wajib pajak pada tahap pemeriksaan. Otoritas hanya menyetujui nilai total return on sale (RoS). Berdasarkan penelitian, pembanding yang diajukan wajib pajak tidak masuk nilai rentang yang diperoleh otoritas sehingga dilakukan koreksi.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pada tahap pemeriksaan, otoritas pajak sudah menyetujui analisis benchmarking sehingga seharusnya tidak ada perdebatan lagi terkait hal ini. Selain itu, otoritas pajak juga tidak pernah menyatakan ketidaksetujuannya atau memberikan alasan untuk menolak analisis benchmarking yang diserahkan pada saat tahap pemeriksaan. Perhitungan tingkat laba sudah dilakukan wajib pajak berdasarkan benchmarking yang disepakati kedua pihak tersebut.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung ­­­­menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa dalam hal ini terdapat berbedaan pokok sengketa pada tahap pemeriksaan dan keberatan. Pada saat pemeriksaan yang menjadi koreksi ialah terkait analisis benchmarking dan segmentasi antara porsi jasa agensi dan trading.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Saat pemeriksaan, terkait analisis benchmarking telah disepakati dan tidak terdapat permasalahan lagi. Namun, koreksi mengenai segmentasi masih dipertahankan sehingga diajukan keberatan oleh wajib pajak.

Pada tingkat keberatan, otoritas pajak melakukan koreksi atas analisis benchmarking. Otoritas pajak dinilai secara sepihak telah melakukan analisis benchmarking yang baru sehingga menimbulkan inkonsistensi dan menimbulkan ketidakpastian hukum bagi wajib pajak. Berdasarkan fakta tersebut, Majelis tidak sependapat dengan otoritas pajak sehingga koreksi senilai US$3.946.085 harus dibatalkan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 56276/PP/M.IIIA/15/2014 tertanggal 21 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 2 Februari 2015.

Baca Juga:
Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Pokok sengketa atas perkara ini ialah koreksi atas penghasilan neto PPh tahun pajak 2010 senilai US$3.946.085 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pemeriksaan, pada 2010 terdapat transaksi Termohon PK dengan perusahaan afiliasinya.

Untuk menguji kewajaran dan kelaziman transaksi, atas Termohon PK dengan perusahaan afiliasinya telah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Laporan Pemeriksaan Pajak Nomor LAP-99/WPJ.07/KP.0905/RIKSIS/2012 tertanggal 24 April 2012.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pemohon PK tidak setuju atas pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Pajak terkait dengan adanya inkonsistensi atas koreksi yang dilakukan Pemohon. Perlu dipahami bahwa pada tingkat pemeriksaan maupun keberatan, Pemohon PK sama-sama mengkoreksi biaya-biaya yang dianggap tidak lazim sebagai kelanjutan dari analisis transfer pricing. Adapun dasar dilakukannya koreksi pada tingkat pemeriksaan maupun tingkat keberatan ialah terkait analisis benchmarking.

Pada tahapan pemeriksaan, Pemohon hanya mengakui nilai total RoS yang diajukan Termohon dari dua jenis usaha, yakni trading dan agency sebesar 3,45%. Menurutnya, pengakuan tersebut bukan berarti Pemohon menyetujui analisis benchmarking serta pembanding yang diajukan Termohon PK.

Selanjutnya, pada tingkat keberatan, Pemohon PK kembali melakukan pengecekan atas analisis benchmarking. Pemohon menggunakan database ORIANA untuk keperluan pencarian data pembanding eksternal karena selama tahun 2010 tidak tersedia data pembanding internal atas usaha yang dilakukan oleh Termohon.

Baca Juga:
Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Pemohon memilih 12 perusahaan sebagai pembanding yang berbeda dari yang diajukan Termohon. Berdasarkan pengujian, Pemohon PK melakukan koreksi atas analisis benchmarking yang diajukan Termohon.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tersebut. Termohon menilai bahwa tingkat laba yang dilaporkannya sudah wajar. Perhitungan yang dilakukan Termohon juga sudah merujuk pada analisis benchmarking yang telah disepakati antara Pemohon dan Termohon.

Selain itu, pihak Pemohon PK juga tidak pernah menyatakan ketidaksetujuannya atau memberikan alasan untuk menolak analisis benchmarking dan pembanding yang diajukan Termohon saat tahap pemeriksaan.

Baca Juga:
Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

Analisis benchmarking baru yang dilakukan oleh Pemohon PK dalam tahap keberatan harus ditolak. Sebab, analisis benchmarking yang baru tersebut tidak sesuai dengan ketentuan transfer pricing yang berlaku di Indonesia. Pihak Pemohon PK telah keliru dalam menetapkan perusahaan pembanding. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung adalah sebagai berikut.

Hakim Agung menilai bahwa seluruh pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah benar. Sebab, permasalahan terkait analisis benchmarking telah disetujui dalam tahap pemeriksaan.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Demikian pula dengan penggunaan 20 pembanding dalam analisis benchmarking tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak. Majelis Hakim Agung tidak menyetujui pembanding yang diajukan Pemohon PK. Seharusnya, pada tahap keberatan koreksi atas analisis benchmarking sudah tidak dipermasalahkan lagi.

Dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang melanggar peraturan yang berlaku. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon dianggap tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.*

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra