RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Kewajaran Harga Ekspor dan CSR sebagai Pengurang Penghasilan

Hamida Amri Safarina | Rabu, 03 Juni 2020 | 16:29 WIB
Sengketa Kewajaran Harga Ekspor dan CSR sebagai Pengurang Penghasilan

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai kewajaran harga ekspor dan biaya usaha berupa corporate social responsibility (CSR) sebagai pengurang penghasilan bruto.

Otoritas pajak menilai bahwa harga ekspor yang diberikan wajib pajak kepada pihak afiliasi lebih rendah daripada harga pasar. Berdasarkan analisis transfer pricing yang dilakukan, penentuan harga ekspor didapati tidak wajar. Selain itu, otoritas menilai biaya usaha berupa CSR yang didalilkan wajib pajak tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa penentuan harga ekspor sudah memperhatikan prinsip kewajaran dan atas biaya usaha berupa CSR sudah benar apabila menjadi pengurang penghasilan bruto.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan bahwa terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini.

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Pertama, terkait harga jual ekspor, wajib pajak berkeyakinan bahwa kegiatan ekspor seluruhnya ditujukan kepada pihak afiliasi. Antara wajib pajak dan otoritas pajak telah sepakat untuk melakukan pengujian kewajaran harga jual dengan metode comparable uncontroled price (CUP). Berdasarkan analisis kewajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa penentuan harga jual ekspor tidak berdasarkan prinsip kewajaran.

Kedua, koreksi terkait biaya usaha berupa CSR. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa pengeluaran yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban CSR dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 71837/PP/M.IA/15/2016 tanggal 20 Juni 2016, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 September 2016.

Baca Juga:
Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Dalam perkara ini terdapat dua pokok sengketa. Adapun dua pokok sengketa yang dimaksud ialah koreksi atas penjualan ekspor senilai Rp 3.969.620.502 dan koreksi biaya usaha berupa CSR senilai Rp 2.443.337.436 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini terdapat dua pokok sengketa yang akan dibahas, yaitu koreksi atas penjualan ekspor dan koreksi biaya usaha.

Pertama, terkait koreksi atas penjualan ekspor. Pemohon PK menyatakan bahwa Termohon telah melakukan ekspor kepada pihak afiliasi yang berkedudukan di Singapura. Atas transaksi dengan pihak afiliasi tersebut, Pemohon PK berwenang untuk melakukan pemeriksaan dan menentukan besaran pajak yang seharusnya dibayarkan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pada proses pemeriksaan, Pemohok PK telah melakukan penelitian kewajaran penjualan ekspor ke pihak afiliasi. Berdasarkan penelitian, Pemohon PK memperoleh fakta bahwa total harga ekspor yang diberikan Termohon PK kepada pihak afiliasi lebih rendah dari harga pasar yang berlaku.

Sebagai tambahan informasi, pada proses penelitian keberatan, Pemohon sudah mengajukan permintaan dokumen, data, informasi untuk keperluan penghitungan dan penentuan kewajaran. Namun, sampai proses keberatan selesai, Termohon hanya memberikan sebagian data yang diminta.

Dalam persidangan di Pengadilan Pajak juga tidak dilakukan pemeriksaan atas kewajaran nilai transaksi terhadap pihak afiliasi. Bahkan, Termohon PK juga tidak mengajukan dokumen transfer pricing yang dapat membuktikan kewajaran transaksi yang dilakukannya. Dengan demikian, Putusan Pengadilan Pajak dinilai harus dibatalkan.

Baca Juga:
Perlukah Aturan Transfer Pricing di Indonesia Mengadopsi Safe Harbour?

Kedua, koreksi terkait biaya usaha berupa CSR. Pemohon PK berpendapat bahwa seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak melakukan pemeriksaan atas kebenaran biaya tersebut. Termohon PK tidak dapat membuktikan atas kegiatan CSR yang dilakukannya. Dengan demikian, biaya tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon menyatakan bahwa penentuan harga jual ekspor sudah berdasarkan harga pasar dan memperhatikan prinsip kewajaran. Sementara itu, Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan bahwa biaya usaha berupa CSR dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sudah tepat dan dinilai harus dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian banding dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat beberapa pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Sisa 3 Hari! Jangan Lewatkan Promo Spesial Akhir Tahun DDTC

Pertama, koreksi atas penjualan ekspor dan biaya usaha berupa CSR yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan. Setelah menguji dan meneliti kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, argumen Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, transaksi ekspor Termohon PK kepada pihak afiliasi tidak dilengkapi dengan dokumen transfer pricing dan tidak mencerminkan prinsip kewajaran. Sementara itu, terhadap biaya usaha berupa CSR tidak memiliki hubungan langsung dengan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Atas biaya usaha CSR tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK diputuskan sudah benar dan harus dipertahankan.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan PK yang diajukan Pemohon PK. Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak