Rinaldi Adam Firdaus
,PERKENALKAN, saya Yuda. Saya merupakan staf administrasi pajak pada perusahaan pengelola sekaligus pemilik apartemen hunian. Kami menagihkan iuran bulanan kepada para penyewa apartemen yang merupakan wajib pajak orang pribadi (WPOP). Sebagai informasi, WPOP tersebut bukan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan (PPh).
Perincian iuran bulanan yang kami tagihkan berupa biaya sewa bangunan apartemen dan iuran pengelolaan lingkungan (IPL). Nantinya, IPL tersebut akan digunakan untuk kebutuhan pemeliharaan dan perawatan lingkungan apartemen.
Pertanyaan saya, apakah iuran bulanan yang terdiri dari biaya sewa bangunan apartemen dan IPL yang dibayarkan oleh WPOP tersebut terutang PPh? Jika iya, bagaimana mekanisme pemotongan, penyetoran, dan pelaporannya? Terima kasih.
Yuda, Jakarta.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Bapak Yuda. Untuk menjawab pertanyaan Bapak, kita perlu merujuk pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d UU HPP).
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, dapat diketahui penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan/atau bangunan dikenai pajak bersifat final. Hal ini pun dipertegas kembali dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 34/2017), yang berbunyi:
“Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruh bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai pajak penghasilan yang bersifat final.”
Kemudian, berdasarkan pada Pasal 4 ayat (2) PP 34/2017 dapat diketahui besaran tarif PPh yang bersifat final atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan tersebut yaitu 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. Simak ‘Ingat! Biaya IPL Masuk dalam Penghitungan Pajak Sewa Bangunan’.
Adapun jumlah bruto nilai persewaan yang dimaksud merujuk pada seluruh jumlah yang dibayarkan oleh penyewa terkait dengan sewa tanah dan/atau bangunan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service charge yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Hal ini sebagaimana ditegaskan pada Pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan s.t.d.d Keputusan Menteri Keuangan No. 120/KMK 03/2002 (KMK No. 394/1996 s.t.d.d KMK 120/2002).
Selanjutnya, apabila pihak penyewa tanah dan/atau bangunan merupakan WPOP dan bukan merupakan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong pajak maka pihak yang menyewakan wajib menyetorkan sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) KMK No. 394/1996 s.t.d.d KMK 120/2002.
Sesuai dengan uraian ketentuan di atas, dalam konteks pertanyaan Bapak dapat disimpulkan bahwa perusahaan Bapak selaku pengelola dan pemilik apartemen pada dasarnya perlu melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) atas iuran bulanan yang dibayarkan oleh WPOP pihak penyewa.
Hal tersebut disebabkan karena penghasilan sewa bangunan berupa apartemen dan IPL yang diterima oleh perusahaan Bapak terutang PPh Pasal 4 ayat (2). Simak juga ‘PPh Final Sewa Tanah/Bangunan Bisa Disetor Sendiri, Asalkan...’
Adapun dasar pengenaan pajak (DPP) PPh 4 ayat (2) atas iuran bulanan tersebut merupakan keseluruhan nilai yang dibayarkan oleh WPOP selaku pihak penyewa kepada perusahaan Bapak. Artinya, dalam hal ini DPP PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut mencakup nilai sewa bangunan berupa apartemen dan IPL yang dibayarkan oleh WPOP kepada perusahaan Bapak.
Selanjutnya, perlu dicatat mekanisme penyetoran sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) atas iuran yang diperoleh dari WPOP tersebut dapat dilakukan melalui surat setoran pajak (SPP) dengan batas waktu penyetoran paling lama 15 hari setelah masa pajak berakhir.
Setelah itu, SSP tersebut nantinya juga perlu dilaporkan dengan batas waktu pelaporan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir pada surat pemberitahuan masa melalui aplikasi e-bupot unifikasi. Simak ‘Catat, Ini Batas Akhir Lapor SPT Masa PPh Unifikasi agar Tidak Didenda’.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 5 KMK No. 394/1996 s.t.d.d KMK 120/2002 juncto Pasal 8 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ/2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi (PER-24/2021).
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.