Wahyu Eka Nurisdiyanto
,PADA 2021, Ditjen Pajak (DJP) berhasil mengumpulkan penerimaan senilai Rp1.277,5 triliun atau setara dengan 103,9% dari target dalam APBN. Dalam konteks kinerja fiskal, capaian tersebut cukup bagus di tengah perekonomian belum pulih sepenuhnya pascapandemi Covid-19.
Kendati demikian, tantangan yang dihadapi DJP masih ada. DJP harus terus mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan wajib pajak agar mau dengan sukarela berkontribusi terhadap penerimaan negara, terlebih pada masa pemulihan ekonomi.
Hingga saat ini, beberapa insentif pajak masih berlaku sebagai stimulus terhadap wajib pajak, terutama menyangkut keberlangsungan kegiatan usaha. Di sisi lain, DJP juga sedang menjalankan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP).
PSIAP memuat proyek rancang ulang 21 proses bisnis melalui pembangunan sistem informasi berbasis commercial off the shelf (COTS). Pembaruan disertai dengan pembenahan basis data perpajakan, sehingga sistem perpajakan menjadi mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti.
Ketika integrasi sistem administrasi perpajakan tengah dirancang, DJP juga perlu untuk menggagas kolaborasi sumber daya manusia (SDM) perpajakan. Kolaborasi SDM ini dapat diagendakan dalam sebuah konsepsi ‘tiga serangkai perpajakan’.
Istilah ‘tiga serangkai perpajakan’ ini mencakup petugas penyuluh pajak sebagai tax influencer, konsultan pajak sebagi tax ambassador, dan wajib pajak sebagai tax agent. Lantas, bagaimana ‘tiga serangkai perpajakan’ ini berjalan beriringan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya masing-masing?
Pertanyaan itu muncul mengingat petugas penyuluh pajak berasal dari internal DJP, sedangkan konsultan pajak dan wajib pajak merupakan pihak luar yang kerap kali bekerja sama dalam kaitannya dengan perencanaan pajak.
Kolaborasi ‘tiga serangkai perpajakan’ tersebut sangatlah mungkin terjadi sebagai sebuah paradigma perubahan dan menjadi bagian dari perjalanan reformasi perpajakan menyusul proyek PSIAP pada saat ini.
GUNA mewujudkan kolaborasi ‘tiga serangkai perpajakan’ tersebut, DJP harus membuat regulasi serta mempersiapkan sistem baru terkait dengan pemberdayaan tax influencer, tax ambassador, dan tax agent.
Regulasi tersebut dibuat dengan mengusung tiga isu utama yang melatarbelakangi dibentuknya ‘tiga serangkai perpajakan’. Ketiganya adalah kepercayaan wajib pajak dan kredibilitas otoritas pajak, kepatuhan kooperatif wajib pajak, serta kontribusi wajib pajak.
Tingkat kepercayaan dari wajib pajak akan terus meningkat apabila kredibilitas DJP dapat dijaga dengan baik. Kredibilitas DJP tercipta melalui pemberian layanan yang unggul, kepastian hukum, serta keadilan bagi wajib pajak.
Oleh karena itu, DJP dapat menjaring para petugas penyuluh pajak berkinerja terbaik berdasarkan pada hasil penilaian. Selanjutnya, dibentuk tim khusus tax influencer. Dalam hal ini, tax influencer berperan melakukan branding pajak secara masif dan menyebarkan pengaruh pajak secara nyata.
Aktivitas tax influencer dilakukan melalui berbagai media sampai wajib pajak mengalami perubahan perilaku. Artinya, tax influencer bukan sekadar menunaikan penyuluhan untuk mencapai angka kredit semata.
Tax influencer akan bekerja dari sisi pendekatan humanis untuk menjamin rasa kepercayaan, kepuasan, dan keamanan wajib pajak saat menerima layanan perpajakan.
Otoritas perlu juga membuat sebuah akun/aplikasi tersendiri untuk tax influencer yang menghubungkannya dengan tax ambassador dan tax agent. Akun/aplikasi tersebut nantinya bisa dirancang dalam bentuk ruang diskusi audio-visual serta text-chat.
Adapun konsultan pajak, sebagai tax ambassador, bertugas mengarahkan wajib pajak pada kepatuhan perpajakan secara kooperatif serta menolak kecurangan dalam bentuk apa pun saat membantu wajib pajak menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
Dengan demikian, diperlukan sebuah nota kesepahaman antara DJP dan mitra kerja yang menaungi para konsultan pajak. Setiap triwulan ataupun semester, DJP dapat melakukan evaluasi dan memberikan penghargaan terhadap para konsultan pajak.
Adapun penghargaan diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki peran terbaik sebagai tax ambassador. Indikator penilaian tax ambassador terbaik ini bisa didasarkan pada ketercapaian tingkat kepatuhan kooperatif atas wajib pajak yang ditangani.
Setelah didapatkan para wajib pajak dengan tingkat kepercayaan dan kepatuhan kooperatif yang tinggi, DJP dapat menjalankan bimbingan dan pelatihan untuk menjadi tax agent. Adapun wajib pajak tersebut selama ini telah berkontribusi aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Pembentukan tax agent akan sangat tepat bila diterapkan oleh setiap unit kantor pelayanan pajak (KPP) yang berbasis kewilayahan. Pembentukan dilakukan melalui pendataan untuk menunjuk atau mengangkat tax agent per wilayah desa.
Contoh peran nyata yang akan dilakukan tax agent adalah membantu kelancaran pelaksanaan penggalian potensi perpajakan oleh para account representative (AR) di wilayah kerja KPP atas pemanfaatan/penggunaan alokasi dana desa.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2022. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-15 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.