KEBIJAKAN PAJAK

Mendesain Sistem Pajak yang Pro Pembangunan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 24 Juni 2020 | 14:15 WIB
Mendesain Sistem Pajak yang Pro Pembangunan

Adagium pajak sebagai jantung dan urat nadi penerimaan negara dan pembangunan bukanlah tak beralasan. Argumen tersebut pula yang mengantarkan kita pada paradigma pajak, sebagai fungsi budgetair dan regulerend.

Pajak tidak hanya hadir sebagai kendaraan untuk mendongkrak penerimaan (budgetair), tetapi juga berfungsi sebagai instrumen pengatur (regulerend) yang ujung tombaknya adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Dua paradigma tersebut sejatinya berjalan beriringan. Namun, pengalaman berbagai negara berkembang justru menunjukan hal sebaliknya. Fungsi yang diemban pajak ‘berat sebelah’ menjadi sekadar meraup penerimaan yang besar. Mengapa demikian?

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Buku berjudul “More than Revenue: Taxation as a Development Tool”, membeberkan alasannya secara komprehensif dengan mengambil konteks negara-negara di kawasan Amerika Latin dalam beberapa dekade terakhir.

Buku yang disunting oleh Ana Corbacho, Vicente Fretes Cibils dan Eduardo Lora ini mengidentifikasi permasalahan yang menyebabkan negara di kawasan tersebut belum memenuhi kedua paradigma pajak secara utuh.

Pembahasan mengalir pada tiga babak utama. Di babak pertama, buku ini mengungkap karakteristik pajak di Amerika Latin mulai dari rendahnya penerimaan, pajak yang tidak progresif, penggelapan pajak merajalela, dan lemahnya administrasi pajak.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Karakteristik tersebut menciptakan lingkaran setan yang sering diasosiasikan dengan sejarah permasalahan distribusi pendapatan serta rezim politik pada periode lalu. Contoh, fenomena perburuan rente yang marak dilakukan kelompok penguasa.

Alhasil, fenomena tersebut menyebabkan desain regresif dari struktur pajak. Kondisi ini juga diperburuk dengan penghindaran pajak dari berbagai kuantil pendapatan yang menyusutkan basis pajak efektif dan akhirnya menurunkan tingkat penerimaan.

Pada babak kedua, kinerja pajak berdasarkan jenisnya mulai dieksplorasi lebih dalam. Pajak penghasilan yang notabene menjadi salah satu pilar utama sistem pajak di berbagai negara, justru dijuluki ‘cangkang kosong’ di kawasan Amerika Latin.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Desain sistem pajak yang hanya menguntungkan lapisan tertentu ditambah maraknya kasus penggelapan pajak menyebabkan kontribusi dari pajak penghasilan tersebut minim bagi redistribusi pendapatan.

Buku ini juga mengidentifikasi potensi jenis pajak ke depan, terutama berkaitan dengan lingkungan. Namun demikian, kekayaan sumber daya alam diikuti dengan konsekuensi eksternalitas negatif bagi pembangunan berkelanjutan.

Paradigma pajak sebagai regulerend punya peran strategis dalam mengoreksi eksternalitas tersebut. Setidaknya ada dua cara yang ditawarkan. Pertama, revitalisasi pajak bisnis pengelolaan sumber daya alam. Dalam upaya ini, pengalaman sistem hybrid dari Chile dan Peru dapat menjadi rujukan.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Kedua, penerapan pajak atau pungutan lingkungan seperti pajak bahan bakar dan cukai plastik. Selain menghasilkan penerimaan, instrumen ini juga befungsi sebagai trade off terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup.

Babak terakhir buku ini menyuguhkan gagasan reformasi pajak yang berkontribusi terhadap pembangunan. Setidaknya ada lima rekomendasi utama yang patut untuk dicermati, mulai dari tataran kebijakan hingga administrasi pajak.

Buku bunga rampai dari Inter-Development American Bank ini sangat relevan bagi para akademisi, penggiat kebijakan, dan masyarakat sipil. Pemikiran dari para pakar ekonomi pembangunan menyajikan perspektif segar dalam masing-masing pembahasan.

Sesuai judulnya, buku ini juga menawarkan berbagai instrumen kebijakan yang dapat menjadi referensi dan acuan khususnya bagi peningkatan kualitas pembangunan di negara berkembang. Tertarik membaca buku ini? Silakan Anda baca langsung di DDTC Library.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak