LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Menaikkan Isu Penghapusan Tampon Tax dalam Momentum Pemilu

Redaksi DDTCNews | Kamis, 19 Oktober 2023 | 10:06 WIB
Menaikkan Isu Penghapusan Tampon Tax dalam Momentum Pemilu

Abrar Bilisanimar,
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat
 

MENSTRUATION is not a problem, poor menstrual hygiene is .” Kutipan dari Anurag Chauhan, pegiat gerakan Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) tersebut menegaskan pentingnya praktik manajemen kebersihan menstruasi.

Namun, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum dapat melakukan manajemen kebersihan menstruasi karena period poverty. Salah satunya dikarenakan akses pembalut yang kurang terjangkau (Rossouw dan Ross, 2020). Padahal, praktik manajemen kebersihan menstruasi yang buruk menyebabkan masalah kesehatan, psikis, serta sosial yang serius (Sumpter dan Torondel, 2013).

Pembelian pembalut menjadi komponen biaya tertinggi dalam melakukan manajemen kebersihan menstruasi (Bulsari, 2022). Oleh karena itu, akses pembalut yang mudah dan murah sangat penting bagi wanita.

Regulasi di Indonesia saat ini masih menjadikan pembalut sebagai objek pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan tarif 11%. Tampon tax, pajak atas pembalut dan produk saniter menstruasi, dianggap sebagai tambahan beban sehingga wanita harus mengeluarkan uang yang lebih tinggi.

Perbandingan harga relatif pembalut terhadap pendapatan di Indonesia juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan di Thailand, Malaysia, China, dan negara-negara maju (Ross dan Rossouw, 2020).

Selain itu, pengenaan pajak dianggap sebagai bentuk diskriminasi mengingat pembalut hanya digunakan oleh wanita. Hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan dan ekonomi bagi wanita, khususnya pada kelompok penghasilan rendah (Hartman, 2017).

Penghapusan Tampon Tax

REPRESENTASI anggota parlemen wanita Kenya memberikan ruang lebih bagi advokasi untuk menghapus tampon tax. Tujuannya untuk memperbaiki akses bagi wanita yang hidup di bawah kemiskinan dan memastikan siswa perempuan tetap bersekolah tanpa malu akibat menstruasi.

Pesan utama mereka adalah menekankan bahwa pembalut bukanlah barang mewah yang harus dipajaki. Hasilnya, pembalut dan tampon dibebaskan dari pengenaan PPN.

Isu perbaikan akses pembalut bagi kelompok penghasilan rendah juga mendapat simpati politik di kalangan anggota parlemen Afrika Selatan. Namun, banyak yang meragukan pilihan penghapusan pajak dibanding subsidi langsung. Keraguan tersebut akhirnya memudar setelah diskusi diarahkan pada isu terkait keadilan gender. Hasilnya, pembalut dibebaskan dari pengenaan PPN (Fox, 2022).

Aspek hak asasi manusia (HA) juga diangkat dalam diskusi parlemen di Australia. Penghapusan tampon tax sejalan dengan hak atas kesehatan dalam Konvensi HAM ICESCR. Selain itu, di Skotlandia, isu akses terhadap pembalut merupakan bentuk pemenuhan hak atas sanitasi.

Australia saat ini telah memberikan penghapusan PPN atas pembalut, sedangkan Skotlandia menjadi negara pertama yang memberikan pembalut secara gratis kepada masyarakatnya (Chen, 2022).

Perjuangan yang dilakukan oleh anggota parlemen tentu bukan tanpa halangan. Contoh, usulan kebijakan penghapusan tampon tax dari New Democrat Parliamentarians (NDP) di Kanada hanya mendapat perhatian yang kecil di parlemen.

Untuk menggalang perhatian yang lebih besar, NDP melakukan koalisi dengan berbagai organisasi perempuan. Kampanye dilakukan dengan melakukan strategi framing yang menarik sehingga mendapat perhatian dan menggalang dukungan masyarakat dalam upaya penghapusan tampon tax.

Kampanye itu dilakukan dengan menempatkan tampon tax sebagai bentuk diskriminasi gender. Kampanye juga menggunakan bahasa sederhana dan menyisipkan humor untuk menekankan ketidakadilan dalam pengenaan pajak. Hasilnya, pemerintah menghapus pengenaan PPN atas tampon (Scala, 2022).

Dorongan penghapusan tampon tax di Nigeria diawali dengan kampanye pada media sosial oleh seorang influencer dengan tagar #EndThe9jaTaxOnPads. Kampanye tersebut menarik berbagai pihak seperti generasi muda dan influencer lainnya untuk mendorong tersedianya pembalut bagi kelompok rentan.

Kampanye tersebut meluas dan berhasil menarik perhatian berbagai pihak termasuk perusahaan perbankan dan teknologi hingga media. Para jurnalis ikut membuat cerita mengenai kesenjangan manajemen kebersihan menstruasi dan solusi yang dapat diterapkan termasuk penghapusan pajak. Upaya advokasi berhasil dengan dihapuskannya pengenaan PPN atas pembalut dan tampon produksi dalam negeri.

Pembelajaran untuk Indonesia

PEMAHAMAN dan partisipasi para perempuan seperti politisi, aktivis sosial, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi massa atas isu perpajakan terkait dengan perempuan masih rendah. Akibatnya, advokasi dan tuntutan perbaikan kebijakan pajak terhadap perempuan masih belum dapat berjalan.

Sebagai bagian dari pajak berbasis gender, penghapusan tampon tax tentu tidak hanya terkait penghilangan beban pajak semata. Berbagai kampanye di negara lain menunjukkan penghapusan tampon tax juga mengangkat isu terkait penghapusan stigma menstruasi, dorongan kesetaraan gender, serta tidak terpenuhinya hak asasi manusia yang seharusnya dijamin pemerintah.

Pengalaman di negara lain memperlihatkan adanya strategi advokasi penghapusan tampon tax dengan kampanye yang informatif dan inklusif. Dengan demikian, masyarakat memahami permasalahan dan hambatan kebijakan yang ada.

Selanjutnya, pemahaman tersebut dapat mengarahkan dukungan yang luas sehingga dapat menekan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pajak yang sesuai. Merangkul berbagai aktor seperti pegiat sosial media, lembaga swadaya masyarakat, jurnalis, politisi perempuan juga dapat memperluas dukungan.

Media sosial dapat menjadi instrumen strategis dalam advokasi. Sejauh ini, tercatat 26 negara melakukan kampanye dengan tagar seperti #NoTaxOnPeriods di Malaysia dan #StopTaxingMyPeriods di Ethiopia (Periodtax, 2023). Tentunya, advokasi juga harus dibarengi dengan rasionalisasi fiskal yang kuat sehingga tetap sejalan dengan prioritas fiskal nasional.

Parlemen menjadi tempat yang sesungguhnya dalam menyampaikan gagasan kebijakan pajak sesuai mandat konstitusi mengingat pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang. Pengalaman di negara lain juga menunjukkan peran strategis parlemen dalam penghapusan tampon tax.

Oleh karena itu, momen pemilihan umum dapat menjadi cara kita untuk memberikan kesempatan bagi perwakilan rakyat dalam memperbaiki kebijakan perpajakan. Bukan tidak mungkin, suara kita berkontribusi dalam perbaikan isu tampon tax di Indonesia ke depannya.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN