TAJUK PAJAK

Meaningful Participation untuk Kepastian Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 20 Desember 2022 | 11:45 WIB
Meaningful Participation untuk Kepastian Pajak

DIGELAR perdana pada 2019, Hari Kepastian Pajak (Tax Certainty Day) menjadi agenda tahunan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Biasanya, pembuat kebijakan, otoritas pajak, perwakilan pelaku bisnis, dan pemangku kepentingan lain berkumpul. Mereka mendiskusikan mengenai perbaikan terkait dengan pencegahan dan penyelesaian sengketa, seperti mutual agreement procedure (MAP).

Agenda ini didorong adanya perspektif adanya manfaat, baik bagi wajib pajak maupun otoritas pajak, jika mempertahankan dan meningkatkan kepastian pajak. Pasalnya, kepastian pajak juga menjadi kunci mempromosikan investasi, pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga:
Coretax: Membangun Kebiasaan Baru dalam Mematuhi Kewajiban Perpajakan

Kepastian pajak masih terus relevan dibicarakan, terutama di tengah dinamisnya perubahan lanskap sebagai dampak dari reformasi. Makin relevan lagi di Indonesia karena adanya sejumlah agenda terkait dengan perpajakan yang harus dikerjakan pada 2023.

Pertama, digitalisasi administrasi perpajakan, yang mencakup pembaruan coretax system dan penguatan compliance risk management (CRM). Kedua, implementasi Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Ketiga, implementasi UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Keempat, antisipasi perkembangan pencapaian kesepakatan solusi 2 pilar OECD/G-20 dan ketegangan geopolitik.

Baca Juga:
Family Office: Rezim Baru, Jangan Buru-Buru

Kepastian pajak diperlukan, baik dari aspek kebijakan dan administrasi. Harapannya, wajib pajak tidak menanggung biaya kepatuhan (cost of compliance) yang besar. Pada saat bersamaan, biaya pengumpulan pajak (cost of collection) juga rendah karena tidak mencegah terjadinya sengketa.

Lantas, bagaimana untuk mewujudkannya? Layaknya gelaran Hari Kepastian Pajak, dibutuhkan diskusi antara pembuat kebijakan, otoritas pajak, perwakilan pelaku bisnis, dan pemangku kepentingan lain. Selain itu, perlu adanya riset mendalam sebelum penerapan kebijakan dan administrasi baru.

Baik diskusi maupun riset pada dasarnya bagian dari keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation). Tentu saja meaningful participation bukan hanya menjadi slogan semata.

Baca Juga:
Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Dalam UU 13/2022 sudah ditegaskan meaningful participation dilakukan dengan memenuhi 3 prasyarat. Pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard). Kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered). Ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).

Artinya, atas pendapat atau masukan dari publik, pembuat kebijakan juga harus memberikan umpan balik (feedback). Dengan demikian, tercipta diskusi yang kaya untuk menciptakan kepastian pajak yang adil bagi semua pihak.

Kita ambil contoh digitalisasi administrasi perpajakan. Proses yang berlangsung harus terus melibatkan calon pengguna (user), baik fiskus maupun wajib pajak, bahkan pihak lain jika ada. Hal ini untuk mencegah munculnya celah atau ketidakpastian baru setelah sistem berjalan.

Baca Juga:
Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

Contoh lagi, dalam penyusunan aturan turunan UU HPP, pemerintah perlu membuka dialog dengan stakeholder terkait agar ketentuan teknis sesuai dengan koridor undang-undang. Selain itu, diperlukan juga benchmarking dengan best practice negara-negara lain.

Pemerintah juga perlu untuk terus mengomunikasikan berbagai rencana perubahan kebijakan atau administrasi agar wajib pajak ikut bersiap. Pemerintah tetap perlu bergegas. Namun, jangan sampai memunculkan ketidakpastian pajak di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih membayangi. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 02 Desember 2024 | 08:00 WIB SURAT DARI KELAPA GADING

Coretax: Membangun Kebiasaan Baru dalam Mematuhi Kewajiban Perpajakan

Kamis, 11 Juli 2024 | 17:45 WIB TAJUK PAJAK

Family Office: Rezim Baru, Jangan Buru-Buru

Kamis, 20 Juni 2024 | 08:15 WIB SURAT DARI KELAPA GADING

Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Selasa, 04 Juni 2024 | 13:15 WIB TAJUK PAJAK

Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak