BERITA PAJAK HARI INI

Digelar Pekan Ini, Simak Penjelasan DJP Soal Private Placement SUN PPS

Redaksi DDTCNews | Selasa, 22 Februari 2022 | 08:28 WIB
Digelar Pekan Ini, Simak Penjelasan DJP Soal Private Placement SUN PPS

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan melakukan transaksi private placement surat utang negara (SUN) periode Februari 2022 untuk penempatan dana atas program pengungkapan sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (22/2/2022).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan pelaksanaan transaksi private placement untuk dana PPS tersebut akan dilakukan pada Jumat tanggal 25 Februari 2022 dengan tanggal settlement pada 4 Maret 2022.

“Pelaksanaan transaksi private placement dilakukan berdasarkan PMK 51/2019 … , PMK 38/2020 …, dan PMK 196/2021,” tulis DJP dalam keterangan resminya.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Adapun seri-seri SUN yang akan ditawarkan antara lain, pertama, seri FR0094 dalam rupiah dengan tenor 6 tahun (jatuh tempo 15 Januari 2028). Jenis kupon seri ini adalah fixed rate dengan rentang yield 5,37%—5,62% (pembayaran kupon semi annual)

Kedua, seri USDFR0003 dalam dolar Amerika Serikat dengan tenor 10 tahun (jatuh tempo 15 Januari 2032). Jenis kupon seri ini adalah fixed rate dengan rentang yield 2,80%—3,15% (pembayaran kupon semi annual).

Selain mengenai SUN sebagai instrumen investasi harta yang diungkap melalui PPS, ada pula bahasan terkait dengan komitmen negara-negara G-20 untuk mengimplementasikan two pillar solution atas tantangan pajak akibat digitalisasi ekonomi pada 2023.

Baca Juga:
Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Ketentuan Investasi dalam SBN

Hingga Senin, 21 Februari 2022 pukul 08.00 WIB, sudah ada 15.226 wajib pajak yang mengikuti PPS. Adapun nilai harta bersih yang diungkap senilai Rp17,1 triliun. Dari jumlah harta tersebut, komitmen investasi senilai Rp1,1 triliun.

DJP menegaskan sesuai dengan ketentuan dalam PMK 196/2021, jika menginvestasikan harta bersih dalam SUN, berlaku beberapa ketentuan. Pertama, dilakukan melalui dealer utama dengan cara private placement di pasar perdana dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan pemerintah.

Kedua, investasi surat berharga negara (SBN) mata uang dolar Amerika Serikat hanya dapat dilakukan oleh wajib pajak yang mengungkapkan harta dalam valuta asing. Ketiga, dealer utama wajib menyampaikan laporan penempatan investasi pada SBN di pasar perdana dalam rangka PPS kepada DJP.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Keempat, wajib pajak yang menginvestasikan harta bersihnya dalam PPS harus menyampaikan laporan realisasi kepada DJP secara elektronik melalui laman DJP setiap tahun sampai dengan berakhirnya batas waktu investasi. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Yield SBN Khusus Peserta PPS Dinilai Menarik

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menilai yield SBN khusus peserta PPS menarik bagi pengusaha. Menurutnya, yield cukup kompetitif dengan SBN ritel saat ini. Arsjad menilai kondisi ini menawarkan keuntungan ganda, mengingat peserta PPS juga mendapatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final yang rendah.

“Imbal hasil yang diberikan juga tergolong menarik. Jadi, tentu terbuka kemungkinan wajib pajak akan menggunakan SBN sebagai salah satu instrumen investasi mereka,” kata Arsyad. (DDTCNews)

Baca Juga:
Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Implementasi 2 Pilar pada 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan 2 pilar terkait dengan solusi atas tantangan pajak sebagai efek digitalisasi ekonomi tersebut sudah disepakati. Pembahasan dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G-20 mengalami banyak kemajuan.

“Pilar 1 dan 2 bisa disepakati dan dijalankan sebagai suatu kebijakan yang efektif pada tahun 2023,” ujar Sri Mulyani.

Setelah kedua pilar tersebut disepakati dan dilaksanakan pada 2023, pemantauan (monitoring) dijalankan. Pasalnya, dalam melaksanakan kedua pilar tersebut, terdapat banyak negara yang membutuhkan bantuan technical assistance. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Perlindungan Basis Pajak

Partner DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan Pilar 1 kesepakatan perpajakan internasional merupakan sesuatu yang baik dan berpihak pada negara pasar.

Banyak perusahaan digital global yang hanya menempatkan kantor perwakilan di Indonesia dan bukan dalam bentuk badan usaha tetap (BUT). Dengan demikian, dengan penerapan Pilar 1, Indonesia bisa mendapat keuntungan.

Sementara penerapan Pilar 2, yang memuat pajak minimum global, menjadi terobosan signifikan dalam melindungi basis pajak Indonesia. Hal tersebut juga akan mereduksi peran tax. Pajak minimum global diestimasi dapat menambal kebocoran pajak yang diakibatkan globalisasi. (Kontan)

Baca Juga:
Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Kebijakan Pajak dan Kesetaraan Gender

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyerahkan laporan mengenai kebijakan pajak dan kesetaraan gender dalam gelaran pertemuan G-20 pada pekan lalu.

Laporan bertajuk Tax Policy and Gender Equality: A Stocktake of Country Approaches merupakan laporan pertama OECD membahas tentang bias eksplisit dan implisit dari suatu kebijakan pajak serta reformasi pajak yang diperlukan untuk meningkatkan kesetaraan gender.

Dari 43 negara yang tercakup dalam laporan ini, mayoritas tidak memiliki bias eksplisit dalam sistem pajaknya. Meski demikian, lebih dari 50% dari yurisdiksi yang disurvei mengakui adanya risiko bias implisit dalam sistem pajaknya masing-masing. Simak ‘OECD Rilis Laporan Soal Kebijakan Pajak dan Kesetaraan Gender’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Aset Kripto

G-20 mendukung langkah OECD untuk merancang kerangka mekanisme pelaporan dan pertukaran informasi perpajakan atas cryptocurrency. Dalam communiqué tertanggal 18 Februari 2022, G-20 meminta OECD untuk segera menyelesaikan kedua kerangka tersebut dalam waktu dekat.

"Kami meminta OECD menyelesaikan reporting framework untuk automatic exchange of information atas aset kripto guna meningkatkan kepatuhan pajak pada sektor tersebut," sebut G-20 dalam Communiqué tersebut. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi